Ketua DPD, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengusulkan kedudukan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Langkah ini diklaim untuk penguatan sistem demokrasi di Indonesia: penjelmaan rakyat serta sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.
Diketahui, kedudukan MPR menjadi lembaga tinggi negara pascareformasi. Dengan demikian, posisinya setara dengan eksekutif (presiden), legislatif (DPR dan DPD), serta yudikatif (kehakiman).
Dalam Sidang Bersama DPR dan DPD, ia juga menyarankan agar adanya unsur perseorang atau nonpartisan selain kader partai politik (parpol) sebagai anggota DPD. "Untuk memastikan bahwa proses pembentukan undang-undang yang dilakukan DPR bersama presiden tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja."
Bekas Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Artinya, sambungnya, berbeda dengan kebijakan era Orde Baru: ditunjuk presiden.
"Dengan komposisi utusan daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan 10 bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para raja dan sultan Nusantara serta suku dan penduduk asli Nusantara," tuturnya. Adapun utusan golongan diisi organisasi masyarakat (ormas) dan organisasi profesi (OP).
Selain itu, LaNyalla mengusulkan adanya kewenangan utusan daerah dan utusan golongan memberikan pendapat atas materi rancangan undang-undang (RUU) yang dibentuk DPR bersama presiden. "[Ini] sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh."
"Dengan demikian, kita sebagai bangsa telah kembali kepada Pancasila secara utuh sekaligus kita sebagai bangsa akan kembali terajut dalam tekad bersama di dalam semangat ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial," sambungnya.