Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, meminta polisi menelusuri pernyataan pakar hukum tata negara Denny Indrayana terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu. Hal itu bisa digali melalui pemeriksaan terhadap Denny.
"Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud melalui akun Twitter resminya, Minggu (28/5).
Melalui cuitan di akun @dennyindrayana, Denny memberi 'bocoran' tentang gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Denny mengatakan bahwa MK akan mengabulkan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup.
Atas cuitan tersebut, Mahfud mengingatkan bahwa putusan MK tidak boleh dibocorkan sebelum dibacakan.
"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka," ujar Mahfud.
Bahkan, Mahfud mengaku tidak berani meminta isyarat atau bertanya tentang vonis saat dirinya menjabat sebagai Ketua MK. Mahfud mendesak MK dapat melakukan penelusuran terhadap sumber informasi dari Denny Indrayana.
"Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," tutur Mahfud.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengaku memeroleh informasi terkait putusan MK soal sistem Pemilu. Ia mengatakan MK akan mengabulkan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup.
Sederhananya bagi pemilih, bila sistem pemilu yang diterapkan adalah proporsional terbuka, maka pemilih akan mencoblos figur caleg. Sementara, jika proposional tertutup, maka pemilih hanya mencoblos logo partai, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny dalam postingannya di Twitter, Minggu (28/5).
Denny mengaku informasi tersebut diperolehnya dari orang terpercaya. Meski demikian, identitas pihak tersebut tak diungkap oleh Denny.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," seperti dikutip dari unggahannya di Twitter.