Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mohammad Mahfud MD, menjawab polemik gaji yang mengarah pada lembaga bentukan presiden itu.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu berkicau melalui akun Twitternya @mohmafudmd dalam 10 kali tweet. Bahkan, nama Mahfud MD pun menjadi trending topic Twitter Indonesia.
Guru Besar Universitas Islam Indonesia itu menjelaskan ada banyak pertanyaan masuk ke akun Twitternya tentang keluarnya Peraturan Presiden yang menyangkut besaran gaji BPIP.
"Saya sendiri belum tahu persis tentang itu. Kami sendiri di BPIP, sudah setahun bekerja, tidak pernah membicarakan gaji," kicaunya, Senin (28/5).
Menurut dia, Unit Kerja Presiden (UKP) Pancasila dibentuk setahun silam, tepatnya pada 7 Juni 2017. Dia mengklaim, pengarah dan kepala BPIP belum pernah menerima gaji dan tidak pernah mempertanyakan.
Kepres pembentukan UKP Pancasila, sambungnya, yang kemudian diubah menjadi BPIP, juga tidak menyebut besaran gaji. Dia sebagai pengarah BPIP juga tidak pernah mempersoalkan gaji yang diterima di lembaga itu.
Di kalangan Pimpinan BPIP, kata dia, sepertinya sudah ada kesepakatan tidak akan pernah meminta gaji.
"Sampai hari ini pun, Dewan Pengarah tak serupiahpun pernah mendapat bayaran dari kesibukan yang luar biasa di BPIP. Ke mana-mana kami pergi tidak dibiayai oleh BPIP," kata dia.
Bahkan, sambungnya, yang sering dipesankan oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dan Anggota Dewan Pengarah Try Sutrisno setiap rapat, bahwa lembaga ini menyandang ideologi Pancasila.
Untuk itu, kata Mahfud menirukan pesan dari Megawati dan Try Sutrisno, jangan sampai ada kasus atau kesan BPIP ini 'memakan' uang negara. Apalagi, sampai dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Itu komitmen. Kami tidak pernah menanyakan gaji."
Selama ini, kata dia, yang terdengar luas di masyarakat, BPIP tidak digaji dan kegiatannya masih menumpang di kegiatan Sekretariat Negara atau mendorong masyarakat melaksanakan kegiatan.
Dia menegaskan, BPIP kerap menyampaikan kepada media, bahwa pengurus tidak pernah membahas persoalan gaji. BPIP berkomitmen bekerja untuk NKRI.
Bahwa sekarang ada Perpres yang berisi besaran gaji, tuturnya, tentu itu bukan urusan atau upaya pengurus di BPIP. Menurut dia, hal tersebut merupakan hasil pembicaraan resmi antara Menteri Pemberdayaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, dan Sekretaris Kabinet, berdasarkan perundang-undangan.
Dia melanjutkan, jika benar gaji Pengarah BPIP itu ada, sebenarnya dimaksudkan sebagai biaya operasional. Memang, kata dia, tampak lebih besar dibandingkan dengan gaji menteri. Sebab, kalau menteri mendapat gaji dan tunjangan operasional yang juga besar, tetapi kalau BPIP gajinya itulah yang menjadi biaya operasional.
"Kami tak pernah meminta gaji, tapi pemerintah sendiri yang menyediakannya setelah melihat kerja kami yang padat selama 1 tahun," paparnya.
Hal tersebut, sambungnya, sudah tentu dibuat sesuai peraturan perundang-undangan. Termasuk Perpres Nomor 42 Tahun 2018 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi pimpinan, pejabat, dan pegawai BPIP telah dibahas oleh lintas kementerian.
Bagi Mahfud, selama ini BPIP hanya mengurus anggaran kegiatan, dan tidak pernah mengurus gaji. Untuk itu, BPIP mengapreasi jika ada pihak yang akan menguji Perpres tersebut ke Mahkamah Agung seperti yang dilakukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
"Silakan diuji, itu bagus, BPIP tak bisa ikut campur kepada pemerintah atau kepada MAKI," tuturnya.
Sekali lagi, Mahfud menegaskan, hingga saat ini BPIP belum pernah menerima dan mengurus persoalan gaji.
"Malah kami rikuh untuk membicarakan itu, bahkan di internal kami sendiri. Mengapa? Karena pejuang ideologi Pancasila itu harus berakhlaq, tak boleh rakus atau melahap uang secara tak wajar," tegasnya.
Baca: Polemik gaji Megawati di BPIP Rp112 juta