Pakar komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menilai, blak-blakannya Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri meminta jatah kursi lebih banyak dalam Kongres V PDI-P di Bali, untuk mengunci jatah PDI-P di kabinet. Tujuannya, agar tak diutak-atik dan diambil partai koalisi Jokowi-Ma’ruf.
"Kata ‘emoh’ atau tidak itu bagian ketegasan. Artinya, tak ada kompromi bahwa PDI-P tak mau dikasih sedikit," katanya diskusi Perspektif Indonesia bertajuk "Membaca Arah Tusukan Mega" di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (10/8).
Selain itu, Mega dipandang sedang memberikan isyarat jika dirinya tengah membangun peta politik 2024. Hal itu, kata dia, terlihat dari cara dirinya membingkai Prabowo Subianto yang datang sebagai tamu kehormatan di forum tertinggi partai berlambang kepala banteng itu.
"Coba lihat kala dia bilang Pak Prabowo kalau ‘anu’ deketin saya ya. Ini enggak cuma kepentingan lima tahunan, tapi resources kekuasaan untuk agenda politik ke depan. Misal pilkada, jangka panjang 2024. Ini bukan tusukan, mungkin senggolan," katanya.
Dalam pidatonya kemarin, Mega juga terlihat ingin menunjukkan ke elite parpol lain, jika Jokowi adalah miliknya. Menurut pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Ali Munhanif melihat, sebenarnya Jokowi sudah tahu, Mega bakal membingkai dirinya milik PDI-P.
"Makanya untuk menghindari itu, dia menggunakan pakaian adat Bali dan bukan baju partai. Meski sama-sama merah. Itu menunjukkan bahwa Jokowi ingin dipandang sebagai presiden yang otonom," katanya dalam diskusi yang sama.
Ali melihat, sikap ingin otonom Jokowi itu bertujuan agar koalisi solid, tak terganggu karena rebutan kursi menteri.
"Saat dia bilang, kalau partai lain dapat tiga (Kementerian), maka PDI-P itu belum tentu dapat enam (Kementerian). Itu dia terlihat mau dipandang otonom," ujarnya.
Menurut Ali, Mega sedang berusaha “memenjara” Jokowi dari pengaruh partai lainnya, yang terus berusaha meminta jatah kursi menteri di kabinet. Oleh karenanya, Mega kerap bernada sarkas saat berpidato.
"Pidato kemarin Bu Mega menyiratkan, adanya simbol bahwa PDI-P itu memiliki suara terbanyak dan dia ingin sedikit ‘memenjara’ Pak Jokowi bahwa PDI-P itu berhak mendapat banyak," ujarnya.
Namun, Ali yakin Jokowi bisa menyelesaikan polemik kepentingan ini. Sebab, menurutnya, Jokowi punya kemampuan diplomasi yang baik dalam menjaga arah politik.
“Jangan terlalu mengunci presiden dengan hak preogratifnya untuk mendorong kabinet Pak Jokowi itu kabinet partai. Dia sendiri kan sudah memberi isyarat, mengambil menteri dari profesional, muda. Itu kan syarat yang saat ini tidak dimiliki partai," ujarnya.