Manuver Sandiaga Uno jelang Pilpres 2024 bakal ubah wajah Gerindra?
Wakil Dewan Pembina Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan kesiapannya maju Pilpres 2024 kala ditanya wartawan usai bersua politisi PPP di sebuah rumah makan di Bantul, Yogyakarta, Selasa (30/8). Ia pun menyerahkan calon pasangan yang akan mendampinginya pada partai politik yang bakal mengusungnya.
Pernyataan pria yang kini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) tersebut mendapat sorotan elite partai berlambang kepala burung garuda itu. Apalagi, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Gerindra di SICC, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (12/8) sudah memutuskan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2024.
Sebelumnya, nama Sandi berada dalam urutan kedua pilihan capres Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia—gabungan beberapa relawan Joko Widodo—yang diadakan di Bandung beberapa waktu lalu. Sandi unggul dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, tetapi masih di bawah Jokowi. Jokowi sendiri sudah menegaskan tak akan maju untuk periode ketiga saat memberi sambutan di acara itu.
Hanya sebagai cawapres
Politikus Gerindra Arief Poyuono menegaskan, Sandi tak tahu aturan dan etika dalam berorganisasi. “Sudah jelas hasil rapimnas adalah putusan partai yang tertinggi, yang harus dijalankan oleh kader,” ujar Arief saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (7/9).
“Dalam rapimnas sudah diputuskan, meminta Prabowo Subianto maju sebagai capres dan Prabowo sendiri sudah mengiyakan.”
Berlandaskan keputusan Rapimnas Gerindra itu, menurut Arief, tak ada lagi kader Gerindra yang punya syarat menjadi capres. Apalagi mau maju sebagai capres dari partai politik lain. Jika tetap ingin maju sebagai capres, Arief menyarankan Sandi mengundurkan diri.
“Baik dari Partai Gerindra dan menteri, (karena) walaupun pengangkatan Sandiaga itu oleh presiden, tapi atas rekomendasi Gerindra,” ucapnya.
Arief mengatakan, indikasi Sandi yang ingin maju jadi capres sebenarnya sudah ia tebak sejak awal. Ia menilai, Sandi menggunakan fasilitas dan posisinya sebagai menteri demi konsolidasi dan membangun jaringan relawan. Ia menekankan, tak ada kader Gerindra yang mendukung Sandi bila masih ingin maju sebagai capres.
“Mana ada yang mendukung Sandiaga. Semua kader Gerindra itu punya etika dan moral dalam berpolitik, serta tahu cara berorganisasi,” tuturnya.
Pengusaha dan pakar komunikasi digital, yang dekat dengan Sandi, Anthony Leong mengungkapkan, Sandi memang berniat maju kembali dalam pertarungan pilpres mendatang. Anggota tim sukses pasangan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 itu mengatakan, kini sedang berusaha memuluskan jalan Sandi menuju Pilpres 2024 lewat strategi digital di media sosial.
Namun, ia berkata, sejauh ini baru posisi calon wakil presiden yang paling memungkinkan untuk Sandi. Sebab, beberapa hasil survei politik hanya menempatkan Sandi sebagai salah seorang kandidat kuat cawapres pada 2024.
Pada pertengahan Juni 2022, lembaga survei Charta Politika menyematkan nama Sandi dalam urutan teratas survei elektabilitas Cawapres 2024, dengan angka 27,6%. Sedangkan survei Algoritma Research & Consulting yang dirilis pada 21 Agustus 2022 menempatkan Sandi di urutan kedua tertinggi kandidat cawapres dengan angka 14,3%, di bawah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang memperoleh 24,6%.
Sedangkan hasil survet Poltracking Indonesia pada akhir Agustus 2022 menempatkan Sandi di urutan kedua cawapres, di bawah Ridwan Kamil. Dalam survei itu, Sandi mendapatkan poin 11,9%.
Anthony mengakui, bukan perkara gampang memuluskan jalan Sandi karena mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu terganjal posisinya di internal Gerindra. Meski demikian, ia masih optimis Sandi dapat diusung Gerindra, bila Prabowo mengubah posisinya sebagai king maker—orang yang punya pengaruh besar dalam suksesi politik.
“Saya rasa terus bergerak dinamika peta politik,” ujarnya, Senin (5/9).
“Saya yakin ‘pemegang saham’ Ketua Umum Gerindra akan melihat hasil survei. Saya yakin (Prabowo) tidak akan memaksakan diri menjadi calon (presiden).”
Berdasarkan pantauannya, sejauh ini ada tiga tokoh yang terbilang aktif bernarasi politik sesuai program masing-masing jabatan di media sosial, yakni Menteri BUMN Erick Thohir, Ganjar Pranowo, dan Sandiaga Uno.
“Sebagai orang yang dekat dengan Sandi, saya lihat, Sandi akan memberi warna di 2024,” ujarnya.
“Kondisi (Pilpres) 2024 bakal berbeda dengan 2019. Pilpres 2024 sepertinya bakal lebih dari dua pasangan calon.”
Terlepas dari itu, Anthony mengatakan, timnya belum mau gegabah terang-terangan melobi partai politik untuk mendukung Sandi sebagai cawapres. Alasannya, narasi tiga periode kepemimpinan Jokowi masih kuat menggema di media sosial.
"Kalau narasi Jokowi tiga periode tidak berlanjut, baru kita lanjut," kata Anthony.
Di sisi lain, Anthony melihat ada secercah harapan bagi Sandi dilirik relawan Jokowi karena Musra Indonesia di Bandung menempatkan Sandi di posisi kedua capres pilihan.
"Ini sinyal bagus untuk Bang Sandi. Artinya, Bang Sandi berpeluang diterima relawan Jokowi dan semua pihak," tutur Anthony.
Bakal tumbuh faksi?
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai, Sandi mencoba menarik perhatian pemilih muda Gerindra, agar mendukungnya sebagai calon dari partai itu.
"Karena Sandiaga ini kan representasi dari kader muda Gerindra," kata Wasisto, Senin (5/9).
Walau begitu, Wasisto memandang, Sandi belum bisa menggantikan posisi Prabowo yang dicalonkan sebagai capres. Gerindra pun masih sangat berpusat pada Prabowo.
"Selain itu, tahun 2024 itu elite senior itu masih cukup besar. Walaupun pemilih kita sudah berubah. Sejauh ini Sandi lebih memungkinkan untuk cawapres dulu," kata Wasisto.
"Beda kalau Pak Prabowo mengubah posisinya sebagai king maker. Tapi peluang itu kecil.”
Lebih lanjut, Wasisto memandang sikap berlawanan Sandi dengan sebagian kader Gerindra yang solid mendukung Prabowo, bisa menjadi bibit konflik internal menjelang Pemilu 2024. Pasalnya, Sandi juga punya simpatisan di Gerindra, walau tak secara terang-terangan mendukungnya maju sebagai kandidat capres.
"Sepertinya ada semacam sikap segan, mengingat Gerindra sudah bulat mendukung Prabowo Subianto," kata Wasisto.
Namun, ia tak yakin sikap Sandi bakal memunculkan tumbuhnya faksi di tubuh Gerindra. Mengingat Gerindra adalah “partai keluarga” Prabowo. Hal itu berbeda dengan Golkar.
“Gerindra pembentukannya dilakukan secara top down oleh Prabowo dan Hashim Djojohadikusumo,” ujarnya.
“Sedangkan Golkar terbentuk secara bottom up dari berbagai organisasi yang difasilitasi Orde Baru.”
Sementara itu, Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS) Arman Salam punya pendapat berbeda. Ia memandang, sikap Sandi yang berlawanan dengan sebagian besar elite Gerindra merupakan tanda mulai tumbuh faksi di Gerindra, yang mencoba menggerus Prabowo sebagai “pemilik saham” terbesar.
"Dalam perkembangannya, partai-partai nantinya akan menuju pada situasi modern. Artinya dinamika opini, kepentingan, serta faksi-faksi akan tumbuh subur," kata Arman, Senin (5/9).
Sikap berlawanan Sandi, katanya, bisa saja membawa Gerindra seperti Golkar yang punya banyak faksi dengan kepentingan yang rumit setiap menjelang pemilu. "Bisa dikatakan, Golkar menuju pada arah partai modern, di mana semua kader memegang saham serta bisa bertarung menuju kekuasaan tertinggi dalam tubuh partai,” ujarnya.
Akan tetapi, dalam kasus di Gerindra, Arman melihat pengaruh Prabowo masih cukup kuat menentukan arah politik partainya. Sehingga, ia menilai, Sandi belum cukup berani menikung Prabowo merebut posisi kandidat presiden pada 2024.
"Tertutup kemungkinan Sandiaga Uno akan didukung oleh Gerindra (karena) semua kebijakan Gerindra tergantung restu Prabowo," kata Arman.
Walau nama Sandi digadang-gadang unggul sebagai cawapres di papan survei, Arman merasa agak sulit pula mendapat dukungan dari mayoritas kader Gerindra jika Prabowo masih maju sebagai capres.
Namun, Arman memandang, sikap Sandi yang ingin mencoba peruntungan di 2024 bisa dimaknai positif lantaran Gerindra jadi punya dua kader potensial yang bisa ditawarkan ke partai lain. Sukses atau tidaknya Sandi dicalonkan Gerindra, sangat bergantung dari lobi-lobi dengan kader-kader kunci Gerindra maupun partai lain.
"Namun lagi-lagi, hitungan politik adalah hitungan kepentingan, sehingga nantinya akan kental nuansa kepentingan yang muncul dari calon-calon yang dimunculkan oleh partai," kata Arman.