close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam-Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Masika ICMI) Ismail Rumadan. Foto unas.ac.id
icon caption
Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam-Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Masika ICMI) Ismail Rumadan. Foto unas.ac.id
Politik
Sabtu, 28 Agustus 2021 12:33

Masika ICMI minta wacana amandemen UUD 1945 dihentikan

Sebaiknya MPR dan DPR fokus kawal pemulihan kesehatan dan ekonomi masyarakat yang terdampak akibat Covid-19.
swipe

Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam-Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Masika ICMI) Ismail Rumadan meminta, MPR dan DPR RI tidak mewacanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, karena situasi saat ini belum tepat. Sebab bangsa Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19.

“Wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 waktunya belum tepat saat ini. Sebaiknya MPR dan DPR fokus kawal pemulihan kesehatan dan ekonomi masyarakat yang terdampak akibat Covid-19,” kata Ismail Rumadan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (27/8) siang. 

Menurut Ismail, saat ini rakyat sedang membutuhkan perhatian pemerintah terutama untuk memenuhi kebutuhan ekonominya setelah berbagai kebijakan pembatasan aktivitas yang dikeluarkan pemerintah. 

“Hari ini rakyat butuh makan, rakyat tidak paham soal Amandemen UUD 1945. Karena amandemen UUD 1945 hanya keinginan elite, bukan keinginan rakyat,” tegasnya.

Dengan demikian, menurut Ismail, DPR dan MPR harusnya jika ingin melakukan amandemen UUD 1945 harusnya bertanya kepada rakyat bukan presiden. Sebab, sejatinya mereka adalah wakil rakyat di parlemen.

“MPR itu adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Bukan Majelis Permusyawaratan Presiden. Jadi perlu dipertanyakan apa urgensinya mau mengamandemen UUD 1945 di tengah kelaparan rakyat akibat pamdemi Covid-19,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan keputusan akhir apakah perlu dilakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan kewenangan MPR menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tergantung pada dinamika politik dan para pimpinan partai politik untuk mengambil keputusan.

"Apakah akan dilakukan amandemen terbatas, ini tergantung dinamika politik dan 'stakeholder' di gedung parlemen ini yaitu pimpinan partai politik, lalu para cendikiawan, akademisi, dan praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan