Mau OTW ke mana lagi, Kang RK?
Pasangan Pramono Anung-Rano Karno (Pramono-Rano) hampir pasti memenangi Pilgub DKI Jakarta 2024 dalam satu putaran. Jika tidak ada "revisi" hasil dari KPU pusat, pasangan yang diusung PDI-Perjuangan sendirian itu bakal menguasai ibu kota dalam lima tahun ke depan.
Menurut hitungan resmi KPU DKI, Pramono-Rano meraup 2.183.239 suara atau 50,07% dari total suara pemilih sah. Pesaing terdekat mereka, Ridwan Kamil (RK)-Suswono meraih 1.718.160 atau 39,4%. Pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) terbontot dengan raihan 10,53% suara.
Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menilai kekalahan di Pilgub DKI terutama bakal paling dirasakan RK. Eks Gubernur Jawa Barat itu dinilai potensial meredup karier politiknya lantaran tak memegang jabatan publik. Terlebih, pencalonan RK di Pilgub DKI dipenuhi beragam kontroversi.
"Seandainya dia (RK) lebih memilih maju jadi cagub Jawa Barat, dia yang kemungkinan besar menang. Dia bakal bisa memperbesar investasi politiknya," kata Cecep kepada Alinea.id, Jumat (6/12).
RK resmi mencalonkan diri jadi cagub DKI pada Agustus lalu. Sebelumnya, RK digadang-gadang bakal kembali memenangi Pilgub Jawa Barat dengan mudah. Sejumlah survei menunjukkan elektabilitas RK di Jawa Barat dominan.
Beberapa pekan sebelumnya, baliho bergambar RK sempat viral. Isinya foto RK yang mengendong tas carrier. Di baliho itu, RK seolah ditanya sedang mau ke mana. "OTW (on the way) Jakarta nih," jawab politikus Golkar itu.
RK disebut-sebut berani melepas Jabar lantaran jaminan pasti menang di DKI. Sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memangkas syarat jumlah kursi DPRD untuk pencalonan kepala daerah, praktis hanya RK yang punya tiket maju dari jalur parpol. Melawan Dharma-Kun, RK--siapa pun pasangannya--diprediksi bakal menang mudah.
Namun, putusan MK mengubah konstelasi politik DKI. PDI-P yang hanya meraup sekitar 14% suara di Pileg DPRD DKI kala itu bisa mencalonkan jagoan sendiri. Ambang batas pencalonan disunat dari 20% menjadi hanya 7,5%. Walhasil, Pilgub DKI diikuti tiga pasang calon.
Cecep menilai RK terpancing oleh bujuk rayu Koalisi Indonesia Maju (KIM). Karena keputusan maju di DKI, RK mengorbankan reputasinya sebagai politikus yang terbilang "lurus" sejak jadi Wali Kota Bandung.
Menurut Cecep, RK butuh cantolan baru untuk merawat popularitasnya sebagai politikus berskala nasional. Salah satu jalan yang mungkin bisa dilalui ialah dengan bergabung menjadi bagian dari kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Kedua, dia bisa memperkuat posisi di Golkar atau bisa ada peluang untuk memimpin partai. Tetapi, saya kira, agak sulit karena masih banyak tokoh Golkar yang lain dan memiliki pengaruh dan finansial yang lebih besar," kata Cecep.
RK, kata Cecep, bisa pula memainkan peran penting sebagai tokoh di luar pemerintahan yang punya perhatian pada pembangunan berkelanjutan atau inovasi teknologi agar terus disorot kamera. Seiring itu, RK juga perlu juga untuk meningkatkan dukungan pada tingkat nasional dan jaringan politik di luar Jawa Barat.
"Sebab, investasi politik RK baru kuat di Jabar. Kalau dia punya mimpi di 2029, dia harus memanfaatkan waktu 5 tahun ini untuk meningkatkan dukungan pada tingkat nasional untuk memperluas konstituen dan jaringan politik di luar Jawa Barat," kata Cecep.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Suryana, meyakini RK sudah mendapat garansi kompensasi posisi di kabinet Prabowo-Gibran ketika menyetujui instruksi KIM untuk maju di Pilgub DKI Jakarta. Pasalnya, RK membuka jalan bagi politikus Gerindra Dedi Mulyadi untuk menang mudah di Pilgub Jabar.
"Saya kira tidak mungkin kalau tidak ada kompensasi yang diberikan kalau RK kalah di DKI Jakarta. Saya rasa sudah ada posisi yang disiapkan untuk RK di kabinet Prabowo-Gibran," kata Asep kepada Alinea.id.
Asep menilai RK kepincut bertarung di DKI lantaran sokongan besar dari hampir semua parpol penghuni DPRD DKI dan iming-iming menang mudah melawan Dharma-Kun. Sayangnya, hitung-hitungan KIM meleset setelah MK merilis putusan yang memangkas ambang batas pencalonan kepala daerah.
"Secara komunikasi, RK ini sangat Sunda dan Jawa Barat. Lihat saja bercandanya soal janda. Itu khas Jawa Barat bercandanya. Tetapi, tidak cocok bercandaan itu pada tipikal pemilih di Jakarta. Semestinya dia sejak awal sadar berisiko meninggalkan Jawa Barat," kata Asep.
Sekjen Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI), Darmawan Purba menilai RK sedang tak beruntung saat bertarung di Pilgub DKI. Setelah KIM sukses "menyingkirkan" Anies Baswedan dari Pilgub DKI lewat skema borong parpol, MK malah membuka peluang pencalonan tunggal oleh PDI-P.
"Dalam politik, ada istilah fortune atau keberuntungan. Menurut saya RK tak beruntung di tengah upaya KIM plus menjegal Anies. Ternyata keberuntungan bagi PDI-P pasca putusan MK. Kecermatan PDI-P mengusung Pram dan Rano yang mampu merangkul pendukung Ahok dan Anies sampai menuju kemenangan satu putaran," kata Darmawan kepada Alinea.id.
Namun, Darmawan menilai masa depan poltik RK tak sepenuhnya suram. Ia sepakat KIM sudah menyiapkan jabatan strategis bagi RK jika perahunya benar-benar karam di Pilgub DKI. Ia menduga RK bakal masuk kabinet dalam reshuffle terdekat.
"Biasa praktik politiknya demikian. Ada kompensasi politik bagi RK. Terlebih, RK sebagai kader Golkar mengalah di Jabar yang dimenangkan Dedy Mulyadi sebagai kader Gerindra. Bisa juga dapat posisi strategis di Golkar," kata Darmawan.