Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengibaratkan berpolitik seperti berdansa. Hal itu disampaikan Megawati setelah pertemuan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) dan rombongan, di kantor PDIP, Jumat (2/6).
"Berpolitik itu sebenarnya asyik, seperti berdansa," ujar Megawati.
Menurut Megawati, berdansa harus melihat terlebih dahulu kecocokan pasangan yang akan diajak dansa. Juga, gerakan dansa yang akan dilakukan harus enak. Hal yang sama juga terjadi dalam berpolitik.
"Oleh karena itu, saya mengamati dulu bagaimana. Ternyata banyak partai membuat perkumpulan seperti KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), jadi ya saya monggo saja karena itu kan enggak bisa dipaksa-paksa untuk gabung dengan kami (PDIP). Misal saya bilang ke PAN ayo ke sini, kalau PAN-nya enggak mau ya sama saja, cuma capek-capek. Ya sudah, duduk saja, nanti mereka datang," tutur Megawati.
Megawati menyebut pihaknya bersikap terbuka terhadap partai politik lain yang ingin bergabung. Yang penting, ujarnya, partai politik tersebut memiliki prinsip yang sama sesuai ideologi negara yaitu Pancasila.
"Bagi kami, kami ini bukan sombong. Saya sebagai kader dan petugas partai yang mendapatkan tugas dalam rangka memenangkan PDIP, kami berideologi Pancasila, kami membuka diri dari teman-teman partai lain kalau ada yang ingin kerja sama dengan kami," tuturnya.
Pertemuan PDIP dan PAN untuk membahas kemungkinan koalisi antara kedua partai. Hadir juga dalam pertemuan tersebut bakal calon presiden PDIP, Ganjar Pranowo. PAN merupakan partai kedua dalam KIB yang melakukan pertemuan dengan PDIP, setelah sebelumnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merapat kepada PDIP.
Pemilu bukan 'barang baru'
Dalam kesempatan yang sama, Megawati juga menyinggung pihak-pihak yang menyebut Pemilu 2024 akan berlangsung rusuh. Menurutnya pemilu bukanlah hal baru di Indonesia dan telah berlangsung sejak 1955.
"Menurut saya, jangan melihat politik 'barang baru', misalnya ada komentar-komentar kalau tidak begini atau begitu bisa terjadi chaos. Kami lihat mereka sudah berapa kali pemilu, pemilu pertama tahun 1955, kalau ada yang mengatakan seperti ini, maunya apa?" tuturnya.
Apalagi, katanya, merujuk pada berbagai hasil survei terkait kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Widodo) menunjukkan angka yang tinggi.
Kendati demikian, dia tidak menyebut pihak yang dimaksud berkomentar kacau tersebut.
Sebelumnya Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat berbicara soal rumor putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan legislatif (pileg) yang dikatakan berubah menjadi proporsional tertutup.
Menurut SBY, putusan itu bakal mengacaukan situasi. Sistem pemilu proporsional tertutup membuat pemilih hanya memilih logo partai, bukan nama bakal caleg seperti yang saat ini berlaku. Perubahan sistem yang terjadi saat proses pemilu sudah dimulai akan menjadi isu yang besar dalam dunia politik di Indonesia.
SBY mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu kepada MK.
“Apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai,” cuit SBY di dalam Twitter-nya, Minggu (28/5).
“Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik,” sambungnya.