close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketum PDIP Megawati saat umumkan cakada 2020/Foto Antara.
icon caption
Ketum PDIP Megawati saat umumkan cakada 2020/Foto Antara.
Politik
Senin, 03 Mei 2021 13:59

Megawati jabat Dewan Pengarah BRIN dinilai politis

BRIN merupakan lembaga ilmiah, biarkan bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif.
swipe

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menolak pembentukan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang akan dijabat ex-officio oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri.

Sebagai mantan peneliti, Mulyanto mengaku ikut merasakan kegelisahan para pihak terkait wacana politisasi bidang ristek ini. "Sebaiknya lembaga litbang ini tidak dipolitisasi. BRIN adalah lembaga ilmiah biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator outcome yang terukur. Jangan dibebani dengan tugas-tugas ideologis," kata Muyanto dalam keterangannya kepada Alinea.id, Senin (3/5).

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pembentukan dewan pengarah tidak tepat. Alasannya, tidak ada dasar hukum posisi dewan pengarah dalam struktur organisasi BRIN termasuk dalam UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek).

"Memang ada dalam RUU HIP. Tapi ini kan baru RUU dan itu pun sudah didrop dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," jelas Mulyanto.

Mulyanto menambahkan, dalam Perpres No. 74/2019 tentang BRIN dan Kepres No. 103/2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen, struktur organisasi yang ada terdiri dari Kepala, Sekretaris Utama, Deputi dan Unit Pengawasan. Dalam struktur organisasi lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) tidak dikenal jabatan “Dewan Pengarah”.

Secara substansial Mulyanto menegaskan, BRIN tidak membutuhkan Dewan Pengarah dalam menjalankan tugasnya, apalagi yang bersifat ideologis dari BPIP.

"Saya pribadi tidak setuju BRIN memiliki dewan pengarah dari BPIP. Logikanya kurang masuk akal. Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri," kata Sesmen Kemenristek era Presiden SBY ini.

Menurut dia, tugas BRIN yang ada saat ini sudah berat, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU. No. 11/2019 tentang Sisnas Iptek. Yakni melaksanakan penelitian-pengembangan-pengkajian dan penerapan (litbangjirap) iptek yang terintegrasi dari invensi sampai inovasi.

Mulyanto minta Pemerintah segera memperjelas bentuk organisasi BRIN, apakah akan dikategorikan sebagai LPNK atau LNS.  Karena di dalam Perpres No. 74/2019 tentang BRIN tidak secara eksplisit disebutkan BRIN sebagai LPNK.

Berbeda halnya dengan BATAN, BPPT, LIPI, LAPAN, dan lainnya yang disebutkan secara definitif dalam Perpres pembentukannya. Sesuai undang-undang di Indonesia hanya dikenal tiga bentuk lembaga pemerintahan yakni Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK), Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) dan Lembaga Non Struktur (LNS).

"Kalau BRIN diarahkan menjadi LNS maka sangat disayangkan karena ini makin mengkerdilkan lembaga riset dan teknologi nasional. Setelah sebelumnya Kemenristek dilebur ke dalam Kemendikbud," ujar doktor nuklir alumni Tokyo Institute of Technology, Jepang ini.

"Kalau BRIN ditegaskan sebagai LPNK, maka Kepala BRIN adalah Jabatan Pimpinan Tingkat Utama (JPTU), yang harus ditetapkan mengikuti mekanisme open biding. Namun sayangnya kemarin langsung ditunjuk dan dilantik oleh Presiden tanpa melalui proses open biding," punkas Mulyanto. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan