Status Presiden Joko Widodo (Jokowi) di PDI-Perjuangan, parpol yang membesarkan namanya, tak juga jelas. Hingga kini, belum ada tindakan tegas kepada Jokowi. Padahal, PDI-P sudah "memaksa" Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, untuk mengembalikan kartu tanda anggota (KTA) partai.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing memprediksi status hubungan 'complicated' antara Jokowi dan PDI-P itu bakal dipertahankan hingga Pemilu 2024 berakhir. Tidak tertutup kemungkinan Jokowi bakal kembali mesra dengan elite PDI-P pascapemilu.
"Relasi manusia itu turun naik. Butuh waktu untuk kembali membaik. Sampai Pemilu 2024 selesai, bisa saja hubungan itu seperti yang sekarang. Tapi, setelah pemilu selesai, bisa saja mereka menghangat. Dalam artian, semakin baik hubungan mereka," kata Emrus kepada Alinea.id di Jakarta, Jumat (10/11).
Gibran telah resmi diusung menjadi pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Gibran mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres setelah Mahkamah Konstitusi merilis putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu.
Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah paman Gibran.
Setelah resmi diusung, Jokowi sempat menyatakan merestui putranya maju di Pilpres 2024. Restu Jokowi sejalan dengan arah politik kelompok relawan Projo yang sebelumnya telah mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo.
Restu Jokowi dan putusan MK putusan itu memicu drama politik yang panjang. Elite-elite PDI-P berang dan menyatakan Jokowi telah meninggalkan partai. Di MK, Anwar dilaporkan karena diduga melanggar etik. Majelis Kehormatan MK pun dibentuk.
Awal November lalu, Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran etik yang berat. Meski begitu, hingga kini Gibran masih berstatus sebagai cawapres Prabowo. Putusan MK tak bisa dicabut meskipun dibuat oleh hakim yang melanggar etik.
Pada momen perayaan ulang tahun Golkar di Jakarta, belum lama ini, Jokowi sempat menyinggung situasi penuh drama tersebut. Ia berkilah tak seharusnya pentas politik pemilu diisi drama korea (drakor) atau sinetron. "Mestinya adu gagasan, mestinya kan pertarungan ide, bukan pertarungan perasaan," kata Jokowi.
Emrus menilai pernyatasan Jokowi itu ditujukan kepada semua elite politik, termasuk dirinya sendiri. "Karena tidak ada manusia yang tidak berdrama. Semua politisi itu berdrama. Tidak hanya untuk, katakanlah, dua kandidat atau salah satu pasangan kandidat yang lain. Semua berdrama," ujar Emrus.
Emrus menilai saat ini Jokowi sedang memainkan drama politik bertema netralitas. Di depan publik, ia kerap menggembar-gemborkan bahwa semua institusi negara harus netral dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada salah satu paslon. Namun, ia sendiri tak pernah benar-benar menunjukkan sikap netral.
Emrus mencontohkan pertemuan Jokowi dengan kelompok relawan Arus Bawah Jokowi (ABJ) di Bali, akhir Oktober lalu. Sebagaimana Projo, ABJ juga telah menyatakan dukungan terhadap pasangan Prabowo-Gibran.
Sehari sebelumnya, Jokowi mengundang para bacapres untuk makan siang di Istana Kepresidenan. Kepada Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan, Jokowi berpesan akan berupaya menjaga agar kontestasi politik berjalan damai dan adil.
"Itu drama juga. Dikatakan netral, tapi ketemu relawan Jokowi. Harusnya kalau bertemu dengan relawan Jokowi, bertemu juga dong dengan relawan Prabowo, relawan Ganjar, relawan Anies. Kalau itu dilakukan, berarti netral dong," ujar Emrus.
Berbeda dengan kepada Jokowi, PDI-P terlihat tegas dalam "menghukum" putra dan kerabat Jokowi. Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan telah meminta Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk mengembalikan KTA PDI-P. Meskipun berstatus kader PDI-P, Bobby telah mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran.
"Itu kan suatu bentuk political disobedience. Sehingga, tentu saja kami akan melakukan proses dan kemarin kita sudah berbicara baik-baik. Untuk mendukung yang lain itu, silakan. Tetapi, kemudian (Bobby) mengundurkan diri dan KTA-nya akan dikembalikan," kata Hasto.
Hasto mengaku kecewa dengan sikap menantu Jokowi itu. Apalagi, Bobby diberikan karpet merah oleh PDI-P saat mencalonkan diri jadi Wali Kota Medan pada 2020. Sebelum nama Bobby diusulkan, menurut Hasto, PDI-P sudah punya rencana mencalonkan Sekretaris DPD PDI-P Sumatera Utara, Soetarto.
"Tetapi, politik ini mengalami dinamika. Orang juga bisa berubah oleh kekuasaan politik karena kekuasaan itu mengandung sisi-sisi gelap. Yang pasti partai harus mengambil sikap," kata Hasto.
Sebelumnya, peneliti lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad menilai PDI-P sedang mengkalkulasi untung-rugi berkonflik terbuka dengan Jokowi. Itu terlihat dari sikap lunak yang ditunjukkan oleh elite-elite PDI-P.
"Bagaimana pun, PDI-Perjuangan adalah partai utama yang mendukung pemerintah. Publik umumnya puas dengan kinerja pemerintah. Karena itu, wajar kalau partai utama pemerintah mendapatkan apresiasi yang tinggi," ucap Saidiman.
Di berbagai survei, PDI-P selalu muncul jadi juara dengan tingkat elektabilitas berada di kisaran 24-27%. Elektabilitas PDI-P diperkirakan dipengaruhi tingginya kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Hingga kini, Jokowi masih diasosiasikan dengan PDI-P. (Dus)