close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kotak surat suara pemilu. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi kotak surat suara pemilu. /Foto Antara
Politik
Selasa, 17 September 2024 14:44

Membaca peluang menang kotak kosong di Pilkada Serentak 2024

KPU mencatat ada 37 daerah yang bakal melakoni pilkada lawan kotak kosong.
swipe

Jumlah calon tunggal terus berkurang di Pilkada Serentak 2024. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengatakan saat ini hanya tersisa 38 calon tunggal di pilkada, yakni 1 pasangan calon tunggal di level provinsi dan 37 pasangan calon tunggal di level kabupaten dan kota. 

"Sementara ini, setelah pendaftaran, perpanjangan, dan penerimaan berkas kembali yang kita lakukan, calon tunggal ada di satu provinsi dan 37 kabupaten/kota," ujar Afif kepada wartawan di Jakarta, Senin (16/9). 

Akhir Agustus lalu, KPU mengungkap sebanyak 43 daerah potensial menggelar pilkada dengan calon tunggal. KPU pun memperpanjang masa pendaftaran calon kepala daerah untuk memberi kesempatan munculnya kandidat baru di daerah-daerah yang hanya punya satu calon tunggal tersebut. 

Afif mengatakan jumlah calon tunggal masih mungkin berubah. Penambahan bakal pasangan calon diprediksi akan terjadi di Manokwari, Lampung Timur, Lahat, Tapanuli Tengah, dan Dharmasraya. "Kita pastikan nanti di tanggal 22 September pas penetapan (pasangan calon)," kata dia. 

Jika tak punya lawan, calon tunggal akan berhadapan dengan kotak kosong di Pilkada Serentak 2024. Seandainya calon tunggal kalah, maka pilkada akan diulang setahun setelahnya, yakni pada 2025. Untuk sementara, jabatan kepala daerah bakal diemban pelaksana tugas. 

Sepanjang sejarah pilkada serentak di Indonesia, kotak kosong hanya baru menang sekali melawan calon tunggal, yakni pada Pilwalkot Makassar 2018. Ketika itu, kotak kosong menang saat berhadapan dengan pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

Pilwalkot Makassar 2018 hanya diisi satu pasang kandidat lantaran pasangan petahana Mohammad Ramdhan Danny Pomanto dan Indira Mulyasari (DIAmi) yang elektabilitasnya tinggi dicoret dari bursa kandidat. Mahkamah Agung menganggap Danny selaku petahana Wali Kota Makassar menyalahgunakan wewenang untuk kampanye. 

Lantas bagaimana peluang menang kotak kosong di Pilkada Serentak 2024? Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai potensi kotak kosong memenangi pilkada jauh lebih besar ketimbang pada Pilkada Serentak 2018.

"Di daerah dengan pemilih kritis, kotak kosong ada potensi menang. Jadi, pemilih yang tidak puas bisa melampiaskan dengan protes memilih kotak kosong. Saya menduga ada sekitar dua puluh hingga tiga puluh persenan kotak kosong menang asalkan penyelenggara pemilu dan aparat tidak cawe-cawe," ucap Zaki kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

Diakui Zaki, musabab kehadiran kotak kosong di pilkada tak seragam. Salah satu penyebab yang paling umum ialah straegi borong partai yang dijalankan oleh elite-elite politik. Tujuannya untuk mencegah parpol pesaing mengusung lawan tanding. 

"KIM (Koalisi Indonesia Maju) plus di sejumlah daerah melakukan manuver seperti itu, sehingga partai kompetitor tidak bisa mengajukan calonnya sendiri. Ini bentuk politicking yang picik dan bisa merusak demokrasi. Motif dasarnya memang antikompetisi," ucap Zaki.

Di daerah lainnya, kotak kosong hadir lantaran pasangan kandidat yang diusung terlalu dominan dari sisi elektabilitas. Di Surabaya, misalnya, semua parpol sepakat mendukung calon petahana Eri Cahyadi karena elektabilitasnya yang tinggi. 

Kendati begitu, Zaki berpendapat semestinya parpol-parpol tetap menghadirkan calon penantang bagi petahana yang sulit dikalahkan. Dengan begitu, terjadi adu gagasan di pilkada yang bisa dinilai oleh masyarakat setempat. 

"Saat ini masyarakat hanya dijejali kandidat yang tidak kuat secara visi dan misi. Padahal, esensi demokrasi multipartai adalah memajukan sebanyak mungkin kandidat sehingga masyarakat bisa membandingkan dan memilih yang terbaik," ucap Zaki

Mayoritas pilkada lawan kotak kosong muncul di daerah-daerah yang petahananya kembali maju. Selain di Surabaya, pilkada dengan calon tunggal dari kalangan petahana juga potensial terpentas di 32 kabupaten dan kota serta 1 provinsi. 

Di Pilgub Papua Barat, misalnya, pasangan calon tunggal yang terbentuk ialah pasangan Dominggus Mandacan–Mohamad Lakotani. Dominggus berstatus sebagai petahana Gubernur Papua Barat. Sempat diisukan bakal berkompetisi dengan Mandacan di Papua Barat, Paul Waterpauw mundur dan memilih berlaga di Pilgub Papua.

Di level kabupaten dan kota, paslon tunggal yang mewakili petahana muncul di Kabupaten Asahan, Pakpak Barat, Serdang Bedagai, Labuhanbatu Utara, dan Nias Utara. Khusus di Jatim, petahana lawan kotak kosong juga bakal dihelat di Trenggalek, Ngawi, Gresik, dan Pasuruan. 

Analis politik dari Universitas Lampung, Darmawan Purba mengatakan kotak kosong potensial menang jika kandidat tunggal yang dihadirkan elite-elite politik tak disukai publik. Kandidat yang punya elektabilitas tinggi justru tersingkir karena tak diusung oleh parpol.

"Tidak bisa dinafikan ada pula calon petahana yang terlampau memiliki elektabilitas yang tinggi sehingga tidak ada yang berani melawan dan akhirnya dimunculkan lawan kotak kosong," kata Darmawan kepada Alinea.id

Melihat konstelasi politik saat ini, menurut Darmawan, mayoritas calon tunggal bakal memenangi pilkada. Namun, ia meyakini angka kotak kosong yang memenangi pilkada juga akan naik. Pasalnya, jumlah pilkada lawan kotak kosong jauh lebih tinggi jika dibandingkan Pilkada Serentak 2018 dan 2020. 

"Kita melihat masih lebih dari 80% calon tunggal melawan kotak kosong berpotensi untuk menang. Artinya, bagi calon tunggal, tentu ini jadi ancaman serius. Namun, bagi calon tunggal yang berlatar belakang petahana dan rekor (kinerja yang) baik, peluang menang melawan kotak kosong jauh lebih tinggi," ucap Darmawan.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan