close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi ASN. Alinea.id/Oky Diaz
icon caption
Ilustrasi ASN. Alinea.id/Oky Diaz
Politik
Kamis, 26 September 2024 06:07

Mencegah potensi ketidaknetralan ASN dalam pilkada

Themis Indonesia menemukan, ada potensi ASN tidak netral dalam pilkada di 10 provinsi.
swipe

Aparatur sipil negara (ASN) di 10 provinsi berpotensi tidak netral pada Pilkada Serentak 2024. Temuan ini terungkap dari penelitian Themis Indonesia Law Firm, yang menyoroti potensi pengerahan ASN pada pilkada. Menurut penelitian itu, ASN yang berpotensi tidak netral ada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Selatan, dan Riau.

Pengambilan sampel penelitian menggunakan dua indikator utama, yakni perbandingan jumlah ASN dan daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi yang dipilih sebagai sampel, serta tingkat kerawanan berdasarkan potensi pengerahan ASN pada pilkada.

Peneliti Themis Indonesia Hemi Lavour Febrinandez menyebut, Jawa Barat dan Sumatera Utara menjadi yang paling disorot terkait persoalan netralitas dalam Pilkada Serentak 2024 karena kewenangan yang mereka miliki dan diwujudkan dalam kebijakan, bisa memengaruhi pilihan rakyat.

“Yang perlu diingat adalah ini bukan pertarungan memperebutkan suara saja. Sebenarnya kenapa ASN menjadi penting karena dia merupakan salah satu faktor kunci untuk dapat memenangkan pilkada,” ujar Hemi, seperti dikutip dari Kompas.com.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz berpendapat, potensi ASN tidak netral pada pilkada kemungkinan bisa jauh lebih banyak dari 10 provinsi, seperti hasil riset Themis Indonesia. Sebab, berkaca dari Pilpres 2024, fenomena ASN tidak netral masif terjadi.

“Masalahnya akan lebih besar dan potensinya akan jauh lebih besar,” kata Kahfi kepada Alinea.id, Selasa (24/9).

Menurut Kahfi, potensi ketidaknetralan ASN akan banyak terjadi di daerah yang memiliki calon petahana. Alasannya, petahana punya koneksi terhadap ASN. Bahkan, dia melihat, bukan tidak mungkin ASN lebih berani berbuat tidak netral karena lingkup pilkada jauh lebih spesifik secara administrasi.

“Misalnya kandidat itu incumbent atau kandidat itu punya koneksi dengan pejabat kepala daerah, yang kemudian punya kepentingan untuk memenangkan kandidat tertentu,” ujar Kahfi.

Kahfi melihat, ketidaknetralan ASN pada pilkada bakal sulit dibendung lantaran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang bertugas sebagai pengawas telah tidak ada pengaruhnya sejak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN disahkan pada Oktober 2023, yang merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah ketidaknetralan ASN pada pilkada, kata Kahfi, dengan meningkatkan mekanisme pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Namun, Kahfi mengatakan, ketiga lembaga ini juga jangan saling lempar tanggung jawab ketika mengawasi ketidaknetralan ASN. Soalnya, berkaca dari ketidaknetralan ASN yang terjadi pada Pilpres 2024, semua lembaga itu seolah-olah tutup mata.

“Saya kira mekanisme yang harus dilihat sebetulnya bukan hanya hukuman terhadap ASN. Tapi juga harus dilihat bagaimana koneksi antara ASN itu dengan kandidat tertentu yang memang mendapatkan benefit ketika ASN-nya tidak netral,” kata dia.

“Jadi, bukan hanya ASN saja karena nanti Bawaslu akan bilang bahwa ASN ini tidak menjadi yurisdiksi kami,” tutur Kahfi.

Alasan yurisdiksi kerap kali jadi tameng Bawaslu, Kemendagri, dan Kemenpan-RB untuk tidak menindaklanjuti laporan mengenai ketidaknetralan ASN dalam pilkada. Akhirnya tidak ada sanksi apa pun terhadap ASN yang diduga menggunakan wewenang atau membuat kebijakan memenangkan calon.

“Kemendagri dan Kemenpan-RB punya otoritas dalam masalah ini. Kemendagri punya otoritas karena dia membawahi dan mengkoordinasikan pemerintahan daerah. Termasuk bisa mengontrol para petahana, penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota tidak terlibat politik praktis,” ucap Kahfi.

Padahal, jika serius, menurut Kahfi, Bawaslu, Kemendagri, dan Kemenpan-RB bisa melakukan penindakan sesuai tugas, pokok, dan fungsi masing-masing lembaga. “Semisal, bila ada dugaan ASN di dinas tertentu tidak netral, maka Kemendagri harus keras tidak hanya ASN, tapi juga kepala daerah,” tutur Kahfi.

“Kemudian Kemenpan-RB tentu punya kewenangan untuk melakukan penindakan kepada ASN.”

Sementara itu, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri sependapat bila ketidaknetralan ASN pada Pilkada Serentak 2024 akan masif terjadi di daerah yang terdapat calon petahana. Terlebih jika di daerah tersebut sudah kental dengan praktik dinasti politik.

“Pengerahan ASN dan penyalahgunaan kewenangan untuk memenangkan salah satu kandidat dalam pilkada memang rawan terjadi, terutama di wilayah-wilayah yang pengaruh calon petahananya kuat, meski mereka sesungguhnya sudah tak lagi menjabat,” ujar Aisah, Selasa (24/9).

“Atau ketika pejabat instansi pemerintah daerah terafiliasi mendukung salah satu kandidat, apalagi kalau ternyata terhubung relasi keluarga.”

Aisah berpendapat, untuk mengawasi ketidaknetralan ASN, tak hanya bisa berharap dari kinerja Bawaslu. Namun juga komitmen pasangan calon yang bertarung. Selain itu, masing-masing kandidat perlu mengawasi satu sama lain. Nantinya, jika ditemukan indikasi pengerahan ASN untuk pemenangan kandidat tertentu, harus dilaporkan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

“Penyelenggara pemilu juga harus serius dan tegas menjaga aturan main pilkada. Sejak awal, KPU bisa membuat kesepakatan dengan para kandidat untuk menjaga integritas pilkada untuk mengikat komitmen peserta pilkada,” ucap Aisah.

Di samping itu, masyarakat sipil, penegak hukum, dan penegak etika ASN harus serius dan tegas memproses laporan pelanggaran. “Tidak tebang pilih. Jika terbukti pelanggaran, maka harus ada sanksi tegas dan diumumkan di ruang publik agar menimbulkan efek jera,” tutur Aisah.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan