Pasangan calon (paslon) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) remsi mengajukan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/3). Dalam permohonannya, kandidat yang diusung Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Berdasarkan putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/3), Prabowo Subianto-Gibran memenangkan Pilpres 2024 karena meraih 96,2 juta suara (58,58%). Adapun Amin hanya 40,9 juta suara (24,95%) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 27,04 juta suara (16,47%).
"Kita meminta supaya ada pemungutan suara ulang, tapi biang masalah di cawapres itu tidak diikutkan lagi supaya tidak ada cawe-cawe dari Presiden [Joko Widodo] lagi," ucap Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Amin, Ari Yusuf Amir, di Gedung MK, Jakarta.
Ari mengklaim, pihaknya menyertakan bukti dan fakta dalam permohonannya. Namun, enggan membeberkannya dengan dalih terbuka dalam sidang nanti.
Sementara itu, Anies sebelumnya meminta semua agar mendukung langkah hukum THN Amin. "Dan biarlah segala temuan yang disampaikan nanti menjadi rekam sejarah yang tercatat secara resmi."
Cak Imin, sapaan Muhaimin, menambahkan, menemukan banyak ketidaknormalan, kekurangan, dan pembiaran terhadap ketidakwajaran selama Pilpres 2024 berlangsung. Menurutnya, itu semua tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Sudah menjadi rahasia umum berbagai kekurangan ini telah kita temui sejak jauh sebelum hari pencoblosan. Mulai dari rekayasa regulasi sampai ke intervensi alat negara. Dan semua ini telah menjadi catatan media serta jadi catatan publik," tuturnya.
Beda sikap
Di sisi lain, NasDem menunjukkan sikap berbeda dengan Anies Baswedan-Cak Imin. Partai yang dinahkodai Surya Paloh itu justru memberikan selamat kepada Prabowo-Gibran karena memenangkan Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, berpandangan, kontrasnya sikap NasDem dengan Anies-Muhaimin karena perbedaan kepentingan. Amin, ungkapnya, tengah memperjuangkan hak dan pendukung yang tidak puas dengan hasil pilpres, sedangkan NasDem melihat peluang bergabung dengan pemerintahan Prabowo kelak.
"Sinyal NasDem bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) terbuka," ujarnya kepada Alinea.id, Kamis (21/3).
Baginya, sikap NasDem realistis. Apalagi, setiap partai politik (parpol), termasuk di koalisi pengusung Amin, memiliki perbedaan kepentingan pascapilpres.
Arifki melanjutkan, PKB dan PKS juga memiliki kepentingan untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Peluangnya pun masih terbuka hingga kini. Dicontohkannya dengan pujian Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada PKB.
"Pujian yang diberikan oleh Jokowi kepada menteri PKB atas kenaikan suara partai dan titip salamnya Jokowi untuk Cak Imin bisa menjadi simbol politik Jokowi untuk PKB," ulasnya.
Respons Golkar
Terpisah, Wakil Ketua DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, enggan mengomentari soal kemungkinan parpol pengusung Anies-Muhaimin gabung pemerintahan mendatang. Golkar merupakan salah satu pengusung utuama Prabowo-Gibran.
"Saya kira, mungkin terlalu dini [untuk] kita menilai itu," ucapnya, Kamis (21/3).
Kendati begitu, Doli menilai, proses bergabungnya NasDem dan partai lainnya akan melewati jalan panjang. Katanya, komunikasi setiap pihak harus berjalan sebagai bentuk komitmen kerja sama politik.
Apalagi, sambungnya, Prabowo pernah mengajak setiap parpol pengusung Amin maupun Ganjar-Mahfud agar bergabung. "Tapi, itu, kan, berproses."