Setelah 9 tahun berada di luar pemerintahan, Partai Demokrat akhirnya bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju. Ini ditandai dengan pelantikan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana, Jakarta, pada Rabu (21/2).
"Sebagai orang tua dan juga sebagai mantan presiden, sebagai sesepuh Partai Demokrat, beliau [Susilo Bambang Yudhoyono/SBY] mengharapkan saya bisa bekerja dengan baik. Secara profesional, menunjukkan etos kerja, dedikasi, dan komitmen untuk bekerja sebaik-baiknya," kata AHY tentang pesan SBY kepadanya ketika menjadi pembantu presiden di Kompleks Istana.
Tanda-tanda akan bergabungnya Demokrat dengan pemerintahan Jokowi sejatinya terendus sejak Oktober 2023, ketika keduanya bersua di Istana. Kala itu, AHY bahkan sempat diisukan mengisi kursi menteri pertanian (mentan), yang ditinggalkan Syahrul Yasin Limpo karena mengundurkan diri usai terjerat kasus dugaan korupsi senilai Rp44,5 miliar.
Namun, hal tersebut tak terjadi. Sebab, Jokowi malah kembali mengangkat Amran Sulaiman sebagai Mentan. Kendati begitu, Demokrat tidak lagi "keras" terhadap pemerintah. Justru terlihat membela ketika dikritik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), pengusung utama Jokowi sejak 2014.
Tidak mengherankan
Pengamat komunikasi politik, Emrus Sihombing, menyatakan, tidak heran dengan manuver Jokowi yang memasukkan Demokrat ke dalam koalisinya. Alasannya, sudah berkontribusi memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang dipastikan menjadi kampiun Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Di sisi lain, ia mengingatkan, langkah ini juga mau tidak mau berimbas terhadap sikap Demokrat di DPR. Setidaknya takkan mendukung wacana hak angket kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang diinisiasi PDIP dan disokong koalisi pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) atau Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Dalam politik itu tidak ada 'makan siang gratis'," katanya kepada Alinea.id.
Hal senada disampaikan pengamat politik Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, menilai, pelantikan AHY menjadi pembantu Jokowi sebagai tanda deklarasi kekuatan kubu 02 (Prabowo-Gibran). "Ujungnya adalah downpayment politik ketika AHY masuk menjadi Menteri ATR/BPN," ujarnya kepada Alinea.id.
Perburuk hubungan dengan Megawati
Lebih jauh, Emrus berpandangan, keputusan Jokowi tersebut juga akan membuat hubungannya dengan SBY, yang juga ayah AHY, kian erat. Selain itu, membuat hubungannya dengan PDIP sekaligus ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, semakin renggang.
Hubungan Jokowi dengan PDIP dan Megawati kian memanas lantaran mendukung putranya, Gibran, pada Pilpres 2024. Padahal, partainya menjagokan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Di sisi lain, hubungan Megawati dengan SBY tidak akrab sejak keduanya bertarung pada Pilpres 2024.
"Jokowi sudah sangat jauh dari PDI Perjuangan. Berseberangan lebih tepatnya," ucapnya.
Emrus melanjutkan, Jokowi mestinya mundur sebagai kader PDIP dengan mengembalikan kartu tanda anggota (KTA). Dicontohkannya dengan Maruarar Sirait, yang mundur lantaran mendukung Prabowo-Gibran.
"Tidak ada salahnya belajar dari Maruarar karena Jokowi sudah bersebarangan," jelasnya.
Ini juga disampaikan Adib. Ia berpendapat, kehadiran AHY di kabinet Jokowi simbol serangan psikis terhadap Megawati. Karenanya, PDIP didorong bersikap tegas terhadap Jokowi.
"Ketika balas dendam politik sekarang, ini momentum yang tepat. Harusnya PDI Perjuangan berani sekarang [melakukan] 'bersih-bersih' kader," terangnya.