Menimbang calon pemimpin dari tokoh agama
Beberapa bulan lagi pelaksanaan pilpres akan memasuki tahapan penting, yakni pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden. Setidaknya sudah ada dua nama yang berpotensi mendaftarkan diri sebagai Calon Presiden, yakni petahana Joko Widodo dan Prabowo. Memang masih ada kemungkinan memunculkan nama lain, tetapi peluangnya kecil.
Dari sekian banyak nama yang muncul untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden, ada beberapa nama yang memiliki latar belakang sebagai tokoh agama. Muncul sebagai alternatif beberapa nama yang telah mencuat sebelumnya, sekaligus melengkapi calon yang telah ada.
Apalagi lembaga survei Alvara menemukan kombinasi Nasionalis-Islam mendapatkan dukungan masyarakat, yaitu 89,9%. Lembaga survei Alvara melibatkan 2.203 responden dalam penelitian yang dilaksanakan pada 17 Januari–7 Februari 2018 di seluruh provinsi di Indonesia. Pendekatan yang digunakan ialah riset kuantitatif dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner.
Hasil survei tersebut nampaknya memperkuat hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Desember 2017. LSI mencatat sentimen agama terus meningkat pada 2016-2017. Sebanyak 71,4% dari 1200 responden merasa pentingnya memilih calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta yang memiliki kesamaan agama.
Dampaknya juga akan terasa pada pemilihan presiden (pilpres) 2019. Dua calon presiden (capres) terkuat, yakni Joko Widodo alias Jokowi dan Prabowo Subianto, dinilai sebagai sosok nasionalis. "Menguatnya sentimen agama menuntut kedua tokoh ini agar mencari pendamping dari kalangan Islam," kata peneliti LSI Taufik Febri di Bakoel Koffie, Cikini, Sabtu, (27/1).
LSI mencatat lima nama, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuzy, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGB M Zainul Majdi, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Lantas seperti apa peluang, tantangan, kekuatan dan ancaman dari lima nama tersebut. Berikut ulasannya,
1. Muhaimin Iskandar
Cak Imin memiliki peluang sebagai Calon Presiden atau Wakil Presiden. Mengingat pada saat ini, pria kelahiran 24 Sepetember 1966 ini merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan perolehan 11.298.957 suara (9,04%).
Sudah menjadi rahasia umum kalau PKB merupakan wadah Nadhlatul Ulama menyampaikan aspirasi. Jumlah warga NU yang berkisar antara 60 hingga 143 juta jiwa, tentunya berpotensi menjadi lumbung suara bagi Cak Imin jika kemudian bertarung menjadi Calon Presiden ataupun Wakil Presiden.
Apalagi PBNU nampaknya all out mendukung Muhaimin Iskandar. "Pencalonan Cak Imin harusnya menjadi kesempatan emas bagi warga NU untuk menampilkan kader terbaiknya," kata Wakil Rais Aam BPNU, Kiai Miftah dalam silaturrahim Ulama Nusantara di Pondok Pesantren Progresif Bumi Sholawat, Lebo, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (31/3) silam.
Sebagai anggota dari parpol pendukung pemerintah, Muhaimin tentunya sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Kedekatan itu tentu bisa menjadi poin tersendiri bagi Muhaimin. Khususnya dalam menyamakan misi dan visi membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Ketua Umum PB PMII periode 1994-1997 itu, juga pernah menjadi menteri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonesia dalam Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pengalaman itu tentunya akan sangat berharga, kelak jika mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia.
Tetapi sayangnya, Cak Imin sempat tersandung kasus korupsi yang menyita perhatian publik di 2011 silam, yakni korupsi dengan sandi Kardus Durian. Merupakan kasus suap dalam proyek infrastruktur di Papua yang dikerjakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Saat itu, Muhaimin menjabat sebagai menterinya. Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga orang di lokasi berbeda pada Agustus 2011. Cak Imin disebut-sebut akan menerima jatah uang sebesar Rp1,5 miliar yang dimasukkan dalam 'kardus durian' itu. Namun, hal tersebut telah dibantah Cak Imin.
Keberadaan kasus tersebut berpotensi 'menyandera' Cak Imin. Padahal dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi telah berkomitmen memberantas korupsi di tanah air.
2. Muhammad Romahurmuzy
Romahurmuzy terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2014-2019 menggantikan Suryadharma Ali dalam Muktamar VIII PPP pada 2014. PPP berhasil meraih 8.157.488 (6,53%) pada pemilu 2014.
Kenyataannya PPP merupakan partai berbasis Islam yang merupakan penggabungan dari berbagai ormas keagamaan. Seperti Nadhlatul Ulama, Muslimin Indonesia, Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
Itu artinya, jika Romy digandeng sebagai Calon Wakil Presiden, bisa dipastikan akan ada jutaan muslim berada di belakang pemerintahan. Jika bisa menyalurkan energi positif, tentu akan berdampak pada rencana pembangunan nasional yang ditetapkan pemerintah.
Romy yang berlatar belakang santri merepresentasikan kemajemukan masyarakat Indonesia. Presiden Jokowi beberapa kali terlihat mengajak Romy untuk mendampinginya pada berbagai acara. Misalkan saja saat Jokowi meresmikan lapangan tenis terbuka dan tertutup Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Juga saat Jokowi menghadiri Haul Majemuk Masyayikh di Pondok Pesantren Salafiyah Safi'iyah Sukorejo, Situbondo.
Tetapi nampaknya dukungan umat terhadap PPP berpotensi tergerus. Mengingat pada saat ini, PPP sedang menghadapi persoalan internal. Tidak heran kalau LSI pun pernah menyebutkan PPP sebagai salah satu parpol yang mungkin tidak bisa melewati ambang batas 4% suara sah nasional di pemilu legislatif 2019.
Jika yang dikhawatirkan LSI benar-benar terjadi, tentunya hal ini bisa memberatkan Romy jika ternyata dipercaya rakyat menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Sebab keberadaan partai pendukung yang besar di DPR akan memengaruhi kinerja pemerintahan.
3. Sohibul Iman
Sohibul Iman merupakan salah satu politikus Indonesia dari Partai Keadilan Sejahtera. Saat ini menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera sejak 10 Agustus 2015. Pada pemilu 2014, Partai Keadilan Sejahtera memperoleh 8.480.204 suara (6,79%).
Nama Sohibul belum banyak dikenal masyarakat luas. Tetapi bukan rahasia lagi kalau partai yang dipimpin Sohibul memiliki kader militan. Tidak heran kalau kader militan tersebut kerap menjadi senjata ampuh bagi PKS memenangkan pertarungan di pemilihan kepala daerah.
Hal itu tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi pria kelahiran, Tasikmalaya, Jawa Barat itu. Apalagi jika Sohibul benar-benar ikut bertarung pada Pilpres 2019. Baik itu sebagai Calon Presiden ataupun Wakil Calon Presiden.
Masalahnya, selama ini PKS kerap dianggap mewakili golongan Islam konservatif. Akan banyak resistensi yang harus dihadapi Sohibul jika serius ikut bertarung pada Pilpres 2019. Terutama dari sebagian kalangan yang 'phobia' terhadap kebangkitan politik umat Islam di tanah air.
4. TGB M Zainul Majdi
Muhammad Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) masih menjabat sebagai Gubernur NTB. Masa jabatannya mulai dari 2008-2013 dan 2013-2018.
Nama TGB mulai muncul dipermukaan setelah dianggap berhasil memimpin NTB. TGB meraih penghargaan sebagai salah satu Gubernur terbaik versi Kementerian Dalam Negeri pada 2017. Penghargaan tersebut berdasarkan penilaian aspek kepemimpinan, kredibilitas dan akseptabilitas dalam rangka menciptakan pemerintahan bersih.
Selain itu, TGB juga dianggap mewakili generasi muda yang juga mendalami ilmu keagamaan. Pemahamannya terhadap ilmu agama memang tidak terbantahkan. Selain pernah menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan ilmu-ilmu Al-Qur’an Universitas Al-Azhar Kairo, juga merupakan keturunan ulama kharismatik di NTB.
Pada saat ini, TGB merupakan Ketua DPD Partai Demokrat NTB. Tetapi nampaknya hal itu belum menjamin TGB bisa mengikuti menjadi peserta Pilpres 2019, baik itu sebagai Calon Presiden ataupun Calon Wakil Presiden.
Pasalnya Partai Demokrat belum memberikan sinyal arah politiknya pada Pilpres. Selain itu, Partai Demokrat juga memiliki putera mahkota yang digadang-gadang menjadi pemimpin partai di masa depan.
5. Zulkifli Hasan
Zulkifli Hasan merupakan Ketua Umum PAN periode 2015 -2020. Pada saat ini, Zulkifli juga merupakan Ketua MPR. Pada pemilu 2014 lalu, Partai Amanat Nasional berhasil memperoleh 9.481.621 suara (7,59%).
Kendati tidak terang-terangan sebagai partai milik Muhammadiyah. Tetapi, mayoritas pengurus dan anggota PAN merupakan warga Muhammadiyah. Hal itu tentunya bisa menjadi bekal yang cukup bagi Zulkifli jika ingin ikut menjadi peserta pilpres 2019.
Apalagi sebagai Ketua MPR, Zulkifli memiliki waktu yang luas untuk memperkenalkan misi dan visinya kepada masyarakat luas. Termasuk konsolidasi partai di daerah. Hal itu berguna untuk mengukur dan mendengarkan berbagai aspirasi masyarakat.
Namun, Zulkifli diduga terlibat kasus suap alih lahan di Provinsi Riau. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang diduga sebagai penerima dan pengusaha Gulat Manurung. Penetapan keduanya sebagai tersangka bermula dari kegiatan OTT yang dilakukan KPK pada September 2014. Dalam proses persidangan, nama Zulkifli disebut beberapa kali, namun KPK belum juga membuka kembali kasus tersebut.
Bersambung ke tulisan 3
Baca juga tulisan 1, Tokoh militer mengintip peluang RI-2