Cendekiawan Muslim Prof Azyumardi Azra menyambut positif wacana poros tengah koalisi partai Islam di Pemilihan Presiden (pilpres) 2024. Hanya saja, Azyumardi berpendapat, ada beberapa masalah pembentukan poros partai Islam sulit terealisasi.
Salah satunya adalah tidak adanya tokoh dengan kepemimpinan kuat di kalangan partai-partai Islam.
"Katakanlah kepemimpinan politik yang bisa diterima dan diusung partai-partai Islam dan partai berbasis santri," ujar Azyumardi dalam diskusi daring Moya Institute bertajuk "Prospek Islam dalam Kontestasi 2024", Jumat (7/5).
Azyumardi menjelaskan, untuk membentuk poros Islam, diperlukan tokoh dengan kepemimpinan politik kuat. Menurut dia, saat ini tokoh yang paling dianggap mendekati adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Jadi harus ditemukan juga, kalau enggak ada calon, mungkin calonnya dalam survei merepresentasikan santri itu Anies Baswedan," katanya.
Kendati demikian, Azyumardi mengatakan semua partai memiliki peluang untuk memenangkan kontestasi, baik partai berhaluan Islam maupun nasionalis. Hal itu terkait tergantung kemampuan menangkap atau mengkapitalisasi masalah-masalah di tengah masyarakat, baik ekonomi maupun sosial.
Menurut Azyumardi, peluang itu bisa ditangkap Partai Gelora, bentukan Anis Matta dan Fahri Hamzah.
"Kalau Partai Gelora bisa menangkap kesedihan, kepiluan di masyarakat dan bisa mengkapitalisasinya, saya kira Gelora akan bisa berbicara banyak di pemilu," katanya.
Sementara Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas mengatakan, tantangan yang dihadapi partai Islam ialah munculnya konflik internal. Hal ini menurutnya membuat suara partai Islam cenderung.
"Partai-partai berbasis massa Islam memiliki problem cukup besar di dengan konflik internal. Karena itu, kecenderungan suara Partai Islam dari 1999-2014 menurun, Prospeknya seperti apa kalau melihat tantangan seperti ini? Hegemoninya terlihat di sini," kata Sirojudin dalam diskusi yang sama.
Ia menilai, mayoritas pemilih muslim Indonesia masih dominan menyukai karakter Islam Moderat Indonesia. Karakter moderat menurutnya cenderung menghindarkan diri dari tarikan politik berbasis agama.
Berdasarkan survei SMRC, kata Sirojudin, terdapat 25%-35% yang mengatakan menyukai partai berhaluan Islam. Sedangkan mayoritas atau sebanyak 65%-75% menyatakan tidak.
"Saya setuju dengan risiko jika politik identitas dijadikan sebagai dasar solidaritas politik masyarakat Islam. Resiko kegagalannya juga besar karena ketidakpercayaan kepada partai-partai Islam," ungkapnya.