Menimbang sosok pengganti Sandiaga di DKI
Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsy menyebut, nama Agus Heryawan (Aher) dan M Taufik tengah digodok dalam koalisi partai pendukung Prabowo-Sandi. Mereka dipertimbangkan mengisi kursi DKI-2, usai Sandiaga hengkang dan mencalonkan diri sebagai cawapres pendamping Prabowo.
"Nama-nama itu tetap muncul, tapi untuk putuskan, kita tunggu saja," paparnya saat menemani Prabawo dan Sandi menjalankan tes kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (13/8).
Menurut Aboe, semua nama berpeluang mengisi posisi Sandi di DKI Jakarta. Namun, siapa saja yang digadang-gadang menjabat Wagub mesti melewati proses komunikasi dengan Anies Baswedan. Pasalnya, kandidat terpilih akan intens bersama Anies membenahi Jakarta. Oleh karena itu, pendapat Anies menjadi penting, guna menilai tingkat kecocokan ini.
"Hal itu pasti, kan melihat gimana orang itu cocok tidak sama dia, bisa tidak saling pengertian dalam bidang, misalnya soal-soal administrasi, keuangan SKPD, dan sebagainya. Pasti (Anies) akan mencari orang yang lebih teknis," terangnya.
Aboe menegaskan, PKS akan legawa menerima keputusan apapun dari para partai pengusung Anies-Sandi. Namun, sebelum mencari deretan nama yang cocok, pihaknya akan berkonsultasi pada Prabowo Subianto. "Yang jelas PKS tidak keberatan kalau dikasih kesempatan, tapi kita juga legawa, kalau dikasih kesempatan yang lain. Prabawo itu bijaklah, pasti orang juga berpikir PKS dapat apa saat ini," jelasnya.
Usai meminta pendapat Prabowo, partai koalisi segera berkumpul secepatnya. Menurut Aboe, semua partai juga telah siap mengisi kekosongan, dengan menyodorkan kader masing-masing.
"Biasanya kalau ada pergantian itu akan cepat, karena kalau tidak cepat, itu biasanya ada yang sakit dalam struktural. Padahal kalau di PKS itu ready semua SDM-nya, di Gerindra juga ready, PKS juga ready, Demokrat juga ready. Jadi tinggal mau pilih yang mana," imbuhnya lagi.
Aher dan Taufik, sama-sama pernah terjerat korupsi
Nama yang santer dikabarkan bakal jadi wagub DKI, Aher sebenarnya bukan orang baru di gelanggang politik. Pria kelahiran Sukabumi, 19 Juni 1966 ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat (Jabar) periode 2013 hingga 2018. Selama menjabat gubernur, ia memprioritaskan pembangunan sektor pendidikan lewat kebijakan sekolah murah. Tak hanya itu, peraih 75 penghargaan ini juga menggenjot pembangunan ekonomi, perluasan peluang kerja, dan kesehatan.
Anies Baswedan dan Aher./ Antarafoto
Karier politiknya sendiri dimulai sejak menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI dari fraksi PKS. Popularitasnya kian moncer, sejak namanya mulai disebut-sebut di bursa cawapres. Lembaga survei LSI Denny JA bahkan menyebut, Aher menjadi kandidat yang pas mendampingi Prabowo. Jika disimulasikan, mereka mengantongi elektabilitas hingga lebih dari 10,2%.
Pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suko Widodo menyebut, Aher bisa mendongkrak popularitas karena faktor kedaerahan. Dapil jabar sendiri terdiri atas 31,5 juta jiwa, sehingga mampu mendorong kemenangan calon presiden yang dipasangkan dengannya.
Sayang, meski mengantongi banyak penghargaan dan populer di kalangan warga Jabar, ia juga pernah tersandung sejumlah kasus korupsi. Dalam buku “Dari Sajadah hingga Haram Jadah Praktik Politik Gubernur Ahmad Heryawan“ disebutkan, Aher pernah dilaporkan terkait kasus pengalokasian anggaran Pemprov Jabar untuk menggalang dukungan bagi pencalonannya kembali di Pilgub 2013.
Selain kasus itu, pada Mei 2018 ia juga dilaporkan lembaga Beyond Anti Corruption (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif dalam kasus kejanggalan pengelolaan deposito Jabar 2016 dan 2017.
Pada 2016, rerata deposito simpanan di Bank Jawa Barat Banten (BJB ) sejumlah Rp3,75 triliun per bulan. Lalu, penyimpanan deposito terbesar tercatat pada Juli, senilai Rp6,7 triliun. Selanjutnya pada 2017, besar deposito Rp3,97 triliun per bulan, dengan penyimpanan terbesar pada Mei senilai Rp6,8 triliun.
Senada dengan Aher, Taufik juga pernah terseret dalam pusaran korupsi dana logistik pemilu saat ia menjabat Ketua KPUD DKI Jakarta. Ia lalu dipidana 18 bulan pada 27 April 2004.
Pria 61 tahun yang berasal dari Partai Gerindra ini mengawali karier politik di Golkar dan PKP. Ia diketahui pernah menjabat sebagai Ketua DPD DKI Jakarta. Selama Ahok memimpin Ibu Kota, Taufik kerap berselisih paham dengannya.
Mekanisme pergantian Wagub DKI
Lepas dari Aher, Taufik, atau calon lain, mekanisme pengisian kekosongan jabatan Wagub DKI Jakarta telah jelas diatur dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Dalam UU ini disebutkan, jika Wagub mengundurkan diri atas keinginan pribadi, maka pengisian kekosongan jabatan dilakukan melalui mekanisme rapat paripurna DPRD Provinsi DKI Jakarta. Tentu saja, tetap mempertimbangkan usulan dari gabungan paprtai politik pengusungnya.
Sementara, untuk parpol pengusung berhak merekomendasikan dua calon Wagub kepada DPRD DKI.
Pengisian kekosongan jabatan ini sendiri ditempuh, jika sisa masa jabatan Wagub lebih dari 18 bulan terhitung sejak jabatan itu kosong.
Berikutnya, prosesi pemilihan diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Usai memperoleh hasil, pimpinan DPRD menyampaikan usulan pengesahan wagub anyar pada Presiden lewat Menteri Dalam Negeri.
Mekanisme ini sendiri berbeda dengan pengisian kekosongan jabatan di era Ahok dan Djarot Saifullah Hidayat. Saat itu dasar hukum yang dipakai adalah UU Nomor 1 Tahun 2015 dan PP Nomor 102 Tahun 2014, dimana pengangkatan wagub murni menjadi hak gubernur. Aturan-aturan itu telah dicabut seiring disahkannya revisi UU Pilkada.