Presiden terpilih Joko Widodo yang ingin melibatkan generasi muda dalam jajaran kabinetnya. Namun demikian, diharapkan Jokowi tetap mempertimbangkan kemampuan politik dan tata negara.
Muda secara usia dan tak memiliki pengalaman yang dibutuhkan, justru akan membuat Jokowi-Ma'ruf Amin kesulitan menggulirkan roda pemerintahan.
"Menteri muda harus ada pengalaman politik dan pengalaman ketatanegaraan," kata pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, di Jakarta, Minggu (11/8).
Hal serupa disampaikan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada Kongres V di Bali. Menurut Mega, ada jenjang yang harus ditempuh untuk menjadi seorang menteri berkompeten.
"Hal yang realistis jika syarat menteri muda minimal pernah menjadi anggota DPR RI," kata Ujang menanggapi pernyataan Mega.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini juga mengatakan, wacana menteri harus disikapi secara dewasa oleh para politikus Indonesia. Para elite partai tak boleh menyodorkan kerabatnya yang masih muda untuk menjadi menteri, namun tak punya pengalaman.
Ujang mencontohkan apa yang terjadi di Malaysia. Menurutnya, menteri muda Malaysia diisi oleh anak-anak muda yang memiliki banyak pengalaman. Mereka pernah menjadi anggota parlemen, bahkan ketua partai.
"Namun, wacana menteri muda di Indonesia dimaknai berbeda. Muda usia dan memiliki kedekatan dengan elite politik. Bahkan, ada ketua umum partai politik yang mengusulkan anaknya, meskipun tidak memiliki pengalaman ketatanegaraan," katanya.
Hak prerogatif
Di sisi lain, politikus senior Partai Golkar Akbar Tanjung mengatakan siapa pun yang menduduki kursi menteri merupakan hak prerogatif presiden. Sebagai presiden terpilih, Jokowi berhak menentukan siapa pun yang dia percaya untuk membantu menjalankan program pemerintah periode 2019-2024.
Baik menteri muda atau tak muda, berasal dari partai politik atau profesional, bahkan berpengalaman atau tidak.
"Kita melihat dari perspektif bahwa itu adalah memang hak prerogatif presiden, karena itu kita serahkan sepenuhnya kepada presiden untuk menentukan siapa yang akan jadi menteri," kata Akbar, Minggu (11/8).
Ia meyakini, presiden memiliki sejumlah kriteria untuk mempertimbakan seseorang masuk dalam jajaran kabinetnya. Termasuk, dukungan yang diperoleh oleh partai-partai politik terutama dalam pemilihan legislatif.
"Saya yakin pasti dia (presiden) akan menjadikan itu sebagai salah satu faktor mempertimbangkan untuk mengisi jabatan menteri dalam periode yang akan datang ini. Oleh karena itu sebaiknya kita tunggu saja," kata Menteri Sekretaris Negara era Presiden BJ Habibie itu.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan partai-partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf, untuk memberi kesempatan bagi Jokowi menyusun kabinet. Politikus yang kerap disapa Bamsoet ini menganggap wajar sikap partai koalisi, yang menuntut jatah kursi menteri.
Namun menurutnya, Jokowi memiliki persoalan lain yang harus didahulukan penyelesaiannya, yaitu terjaganya situasi politik nasional yang kondusif. Hal ini dinilai penting agar rencana pembangunan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dapat berjalan dengan baik.
Bamsoet juga mengingatkan penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden terpilih. Karena itu, semua pihak harus menghargainya dengan memberikan ruang yang leluasa bagi Jokowi untuk memilah menteri pilihannya.
"Kesempatan itu termasuk memberikan kesempatan kepada Presiden terpilih untuk memutuskan, rekonsiliasi terbatas atau tidak. Sebaiknya, partai-partai politik termasuk Partai Gerindra dan lain-lainnya siap mengawal dan bekerja dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi hingga 2024," tuturnya. (Ant)