close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi: MI
icon caption
Ilustrasi: MI
Politik
Kamis, 03 Oktober 2024 12:05

Mewaspadai permainan bansos di Pilkada Serentak 2024

Kandidat dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) potensial di-endorse Jokowi dan Prabowo lewat gelontoran bansos.
swipe

Sebagaimana terjadi pada Pilpres 2024, bantuan sosial (bansos) masih rawan digunakan untuk mempengaruhi preferensi politik publik di Pilkada Serentak 2024. Meskipun direkomendasikan Mahkamah Konstitusi (MK), hingga kini belum ada regulasi yang melarang distribusi bansos jelang pemilu. 

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz menilai operasi politik memanfaatkan bansos terutama rentan terjadi di pilkada-pilkada strategis, semisal Pilgub Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. 

Di ketiga provinsi itu, Koalisi Indonesia Maju (KIM)--koalisi parpol pendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran)--sepakat mengusung pasangan calon yang sama. Di Jawa Timur, misalnya, semua parpol anggota KIM satu suara mendukung petahana Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. 

"Sudah ada (rekomendasi terkait bansos) dalam putusan MK perselisihan hasil pemilihan presiden kemarin meskipun memang bansos ini tidak dianggap sebagai pelanggaran yang kemudian menguntungkan salah satu pasangan calon," kata Kahfi kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (1/10). 

MK merekomendasikan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat regulasi yang mencegah distribusi bansos jelang pemilu. Dalam sidang sengketa pilpres, Presiden Jokowi dituding menyalahgunakan bansos dan melanggar UU APBN untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.

Di Pilkada Serentak 2024, Jokowi juga ditengarai sudah punya calon-calon kepala daerah yang direstui maju di berbagai pilkada. Di Pilgub Jateng, misalnya, eks Kapolda Jateng Ahmad Luthfi disebut-sebut sebagai "orang Jokowi." 

Selain pasangan yang didukung Jokowi dan KIM, menurut Kahfi, penyalahgunaan bansos juga potensial dilakukan oleh kandidat dari kalangan petahana. Paslon yang bersatus petahana masih punya akses terhadap sumber daya pemerintahan di tingkat lokal. 

"Mereka sangat potensial untuk memanfaatkan sumber daya negara. Oleh karena itu, harus ada panduan yang jelas.  Selama ini kita tidak punya panduan yang jelas dalam penyaluran bansos di masa pemilu. Ini memang sangat rawan untuk diasosiasikan kepada calon atau kandidat kepala daerah tertentu," ucap Kahfi.

Bansos disebut-sebut jadi senjata Jokowi untuk mengerek elektabilitas Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Sejak akhir 2023 hingga awal 2024, Jokowi menggelontorkan beragam jenis bansos, mulai dari yang reguler, bentuknya sembako, hingga uang tunai. 

Pengajar kesejahteraan sosial dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menilai penyalahgunaan bansos pada Pilkada Serentak 2024 tidak akan seburuk pada Pilpres 2024. Pasalnya, konfigurasi politik di daerah berbeda dengan pusat seperti pada saat pilpres. 

"Memang iya ada beberapa kandidat berhubungan dengan kepentingan dari pemerintah pusat. Tetapi, saya kira momentumnya sudah lewat karena ini sudah puncaknya kemarin. Kedua, ini tidak efektif karena simbol-simbolnya akan menggunakan simbol kepala daerah," ucap Rissalwan. 

Ketimbang gelontoran bansos, menurut Rissalwan, Bawaslu harus lebih waspada terhadap praktik-praktik politik uang di pilkada. Kalangan petahana, kata dia, potensial menggelar "serangan fajar" atau meluncurkan program-program yang menggunakan anggaran pemerintah daerah.

"Atau dari pengusaha daerah. Ya, mungkin juga ada dari pemerintah pusat. Tetapi, tentu tidak akan semasif ketika presidennya belum terpilih," ucap Rissalwan.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan