close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) bersama Hakim MK Aswanto (kedua kanan) mendengarkan keterangan ahli saat sidang uji materi./AntaraFoto
icon caption
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) bersama Hakim MK Aswanto (kedua kanan) mendengarkan keterangan ahli saat sidang uji materi./AntaraFoto
Politik
Rabu, 09 Mei 2018 17:07

MK tolak pengajuan uji UU Parpol

Mahkamah berpendapat bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohoan a quo.
swipe

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan pengujian UU Parpol yang diajukan oleh seorang anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Cilacap, Jateng, Yahya Karomi.

"Mengadili, menyatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Rabu (9/5).

Mahkamah berpendapat bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohoan a quo.

"Sejak dari awal, Mahkamah tidak pernah memberikan kedudukan hukum kepada anggota atau pengurus partai politik karena menyangkut adanya konflik kepentingan partai politik yang ikut membahas dan menyetujui UU a quo," ujar Hakim Konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.

Kendati demikian, Mahkamah menegaskan dengan adanya pertimbangan tersebut tidak berarti ada norma dalam UU termasuk UU Parpol yang diposisikan seolah-olah sebagai "tahta suci" sebagaimana didalilkan oleh pemohon.

Mahkamah juga menegaskan  UU Parpol masih dapat dimohonkan pengujian oleh partai politik yang tidak memiliki anggota di DPR, termasuk partai politik baru peserta Pemilu.

"Dengan demikian semua pihak yang tidak terhalang oleh alasan sebagaimana pertimbangan putusan-putusan di atas dapat bertindak sebagai pemohon di hadapan Mahkamah dalam permohonan pengujian undang-undang," ujar Hakim Konstitusi.

Sebelumnya pemohon merasa dirugikan dengan adanya dualisme kepemimpinan dalam PPP akibat adanya putusan Kementerian Hukum dan HAM yang mengacu pada ketentuan-ketentuan a quo, yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum.

Pemohon kemudian mempersoalkan kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam pendaftaran perubahan kepengurusan partai politik tingkat pusat yang bertentangan dengan prinsip kepastian hukum dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945.

Menurut pemohon, pemberian kewenangan kepada Menkumham untuk mendaftarkan perubahan pengurusan partai politik tingkat pusat tidak tepat karena Menkumham adalah unsur pemerintah yang memiliki kepentingan untuk memperoleh dukungan partai politik.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan