close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyingkirkan kader-kader yang potensial mengancam kekuasaannya. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyingkirkan kader-kader yang potensial mengancam kekuasaannya. Alinea.id/Dwi Setiawan
Politik
Kamis, 29 Agustus 2019 20:40

Muktamar Bali dan hegemoni Cak Imin di PKB

Cak Imin menyingkirkan kader-kader yang potensial memunculkan matahari kembar di PKB.
swipe

Sebuah pesan singkat masuk ke telepon seluler (ponsel) politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding tak lama setelah Muktamar PKB dihelat di Bali, dua pekan lalu. Di layar ponsel, tertera nama sejawat Karding di PKB, Ida Fauziah. 

Dalam pesan singkat itu, Ida menanyakan kesediannya menjadi fungsionaris partai di struktur kepengurusan PKB yang baru. Karding menolak tawaran itu. Menurut Karding, tawaran itu hanya basa-basi politik dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin. 

"Kader-kader yang mengisi tawaran ketersediaan tersebut nyatanya banyak yang tidak masuk. Yang tidak ngisi, (justru) banyak yang masuk. Jadi, ini bukan masalah pesan kesediaan," ujar Karding saat berbincang dengan Alinea.id di Hotel Sentral, Jakarta Pusat, Rabu (28/8). 

Di Muktamar Bali, Cak Imin kembali dikukuhkan sebagai ketum. Karding yang sebelumnya menjabat sebagai Sekjen PKB tidak diundang. Sekjen PKB periode 2014-2019 Lukman Edy dan sejumlah kader juga bernasib serupa. 

Absennya Karding dan kawan-kawan ditengarai erat kaitannya dengan gagalnya Cak Imin menjadi cawapres Jokowi di Pilpres 2019. Ketika itu, Cak Imin sempat mengancam bakal membawa PKB keluar dari gerbong Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

Karding tak setuju. Keputusan Karding, Lukman Edy, dan sejumlah kader mempertahankan PKB di KIK berbuah pahit. Di susunan kepengurusan yang diumumkan PKB, Senin (26/8) lalu, nama Karding dan Lukman Edy 'raib'. 

Karding tak menepis kemungkinan ia disingkirkan karena terkait friksi internal di PKB pada Pilpres 2019. "Ya, memang ada. Cuma, kan saya kira, enggak forumnya saya bicara soal ini," ujar dia. 

Lukman membenarkan pangkal konflik bermula dari rencana PKB membangun poros ketiga di Pilpres 2019. Menurut dia, Karding merupakan salah satu kader yang paling vokal menolak wacana tersebut. 

Cak Imin, kata dia, bahkan berupaya mencopot Karding sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. "Tapi tidak berhasil," kata mantan Ketua DPP PKB itu. 

Gagal mencopot Karding, menurut Lukman, Cak Imin terus bermanuver untuk mengerdilkan posisi Karding di partai. "Narasi ini berkembang ke seluruh daerah. Pak Karding dianggap main sendiri dan musuh dalam selimut," ujar Lukman. 

Lebih jauh, Lukman memandang Cak Imin sudah menganggap PKB sebagai parpol miliknya sendiri. Apalagi, Cak Imin--yang didapuk sebagai mandataris tunggal di muktamar--berkuasa penuh memilih anggota dan Ketua Dewan Syura PKB. 

Padahal, komposisi Dewan Syura lazimnya merupakan kesepakatan muktamirin atau para peserta muktamar. "Hari ini Dewan Syura tidak dipilih oleh muktamirin, hanya ditunjuk oleh mandataris tunggal," kata Lukman. 

Sebelumnya, posisi Dewan Syura sebagai wadah berkumpulnya para kiai dan ahli dari berbagai daerah sangat strategis di PKB. Berbasis tradisi Nahdlatul Ulama (NU), Dewan Syura memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan kebijakan umum partai.   

Menurut Lukman, dengan mengubah mekanisme pemilihan Dewan Syura, Cak Imin menggerus kultur NU yang tumbuh di PKB. "Apa itu kultur NU? Bahwa Dewan Syura tempat berkumpulnya para kiai yang menentukan kebijakan di internal partai," kata dia. 

Ditemui usai pengumuman susunan kepengurusan PKB yang baru, Ida Fauziah menepis tudingan Cak Imin sengaja menyingkirkan Karding dan Lukman. Ia malah menyalahkan keduanya yang tidak mau mengisi formulir kesediaan menjadi pengurus. 

"Berdasarkan kesediaan yang masuk itulah, kemudian ketum menyusun (kepengurusan DPP periode 2019-2024). (Keduanya) tidak (mengisi), berarti tidak bersedia," kata Ida di DPP PKB. 

Di susunan kepengurusan, Ida didapuk menjadi salah satu wakil ketua umum. Jabatan sekjen yang sebelumnya sempat direncanakan bakal dihapus Cak Imin tetap dipertahankan. Posisi itu diberikan Cak Imin kepada Hasanuddin Wahid. 

Hasanuddin terbilang jarang muncul di depan publik. Namun demikian, pria yang sebelumnya menjabat sebagai Wasekjen PKB itu diketahui merupakan salah satu kader PKB yang ditugaskan mempromosikan Cak Imin sebagai cawapres Jokowi di 34 provinsi. "Beliau (Cak Imin) kan tahu kinerjanya (Hasanuddin)," kata Ida. 

Meski dipertahankan, fungsi sekjen kali ini berbeda dengan sekjen sebelumnya. Sekjen PKB yang baru akan fokus mengonsolidasi internal partai. Ida berkilah selama ini tugas konsolidasi kerap terbengkalai. "Kita ingin semua pekerjaan itu dibagi habis," ujar dia. 

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar berpidato saat penutupan Muktamar PKB 2019 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (21/8). /Antara Foto

Bangun oligarki sejak era Gus Dur

Ini bukan kali pertama Cak Imin menyingkirkan kader-kader yang berseberangan dengannya. Pada 2009, Cak Imin sempat berhadapan dengan kuasa Dewan Syura yang ketika itu diketuai Aburrahman Wahid alias Gus Dur. Ketika itu, Gus Dur memecat Cak imin dari jabatannya sebagai ketua umum karena 'terlampau' mesra dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Cak Imin melawan. Selain menggelar muktamar luar biasa (MLB) di Ancol, ia menggugat keputusan pamannya itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). MLB Jakarta mendapuknya kembali sebagai ketum. PN Jaksel pun menguatkan penguasaan Cak Imin atas PKB. 

Usai memastikan legalitasnya sebagai pemilik kursi PKB-1, Cak Imin 'menendang' putri Gus Dur, Yenny Wahid, dari susunan kepengurusan. Sebelumnya, Yenny adalah Sekjen PKB. Tak hanya itu, Cak Imin juga mencopot Gus Dur dari posisi Ketua Dewan Syura PKB. 

Dalam buku 'Perpecahan & Solidaritas Partai Islam di Indonesia; Studi Kasus PKB dan PKS di Dekade Awal Reformasi (2015)', Firman Noor menulis, loyalis Gus Dur dan kubu Cak Imin tidak pernah akur lagi sejak Gus Dur wafat pada Desember 2009. Rekonsiliasi tidak pernah tercapai. 

Kubu Gus Dur, menurut dia, menyebut Cak Imin sebagai 'pengkhianat tulen'. "Beberapa kalangan percaya inilah alasan kuat mengapa istri Gus Dur Shinta Nuriah memerintahkan Yenny Wahid menghindari segala kemungkinan pertemuan dengan Cak Imin untuk membahas rekonsiliasi," tulis Firman. 

Moch. Nurhasim dalam ‘Faksi dan Konflik Internal Partai Politik di Indonesia Era Reformasi' (Ed. Aisyah Putri Budiarti) menulis, konflik dengan Gus Dur yang menyebabkan PKB mengarah pada oligarki politik. Menurut dia, kubu Muhaimin muncul sebagai patron politik baru di PKB usai trah Gus Dur meredup. 

Struktur oligarki itu merupakan konsekuensi kohesi di PKB pascakonflik internal. "Kohesi partai harus dibayar mahal. Kohesi partai dapat dilakukan setelah ada pemangkasan kader, dan kader yang tidak sejalan, justru dikeluarkan dari lingkungan partai," tulis Nurhasim.

Juru bicara keluarga Gus Dur, Imron Rosyadi Hamid menyayangkan tak adanya upaya untuk menjadikan Muktamar Bali sebagai ajang rekonsiliasi kubu-kubu yang punya andil membesarkan PKB, termasuk di antaranya dengan loyalis Gus Dur.  

"Yang kita lihat justru Muhaimin Iskandar seperti tidak menganggap keberadaan keluarga (Gus Dur di) Ciganjur. Dia seperti lupa sejarah hidupnya sendiri," ujar Imron. 

Dengan mengebiri kader-kader yang potensial menjadi pesaingnya, Imron menilai, Cak Imin membangun oligarki politik yang potensial membahayakan masa depan PKB. 

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) disaksikan Ketua Dewan Syuro PKB Dimyati Rois (kanan) dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kiri) mengetapel sarang lebah untuk membuka Muktamar V PKB di Bali, Selasa (20/8). /Antara Foto

Hegemoni Cak Imin dan bahaya perpecahan

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengatakan wajah oligarki yang dibangun Cak Imin kian kentara dengan tersingkirnya Lukman dan Karding dari jajaran kepengurusan.

Pasalnya, kedua nama itu punya kapasitas untuk menyaingi Cak Imin di PKB. "Yang ditakutkan, nantinya terdapat matahari kembar. Yang potensial itu harus ditumpas sebelum berkembang," jelas Ujang. 

Indikasi oligarki juga terlihat dari pengangkatan Hasanuddin sebagai sekjen. Dijelaskan Ujang, Hasanuddin yang berasal dari kalangan anak muda bukan ancaman bagi kekuasaan Cak Imin. Dengan menunjuk loyalisnya, Cak Imin juga ingin memastikan kader yang duduk di posisi sekjen tidak akan menjegal manuver-manuver politiknya di masa depan.

Selain itu, kuasa Cak Imin juga kian absolut lewat sejumlah 'kesepakatan politik' yang dicapai di anggaran rumah tangga (ART) PKB yang baru. Di Pasal 16 ayat (4) ART itu misalnya, Cak Imin berkuasa penuh mengevaluasi dan memberhentikan fungsionaris parpol.  

Alhasil, menurut Ujang, hubungan patron-klien terus menguat di PKB. "Cak Imin menjadi pemimpin tunggal di PKB, seolah-olah semua saham miliknya," kata dia. 

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Hariyadi menganggap wajar langkah Cak Imin menyingkirkan kader-kader yang berseberangan dengannya. 

Sebagai ketua umum parpol, menurut Ade, Cak Imin berkepentingan untuk menjaga kekuasaannya tidak tersaingi dan membangun stabilitas internal. "Tapi, saat Cak Imin terlalu hegemonik, demokrasi internal PKB dipersoalkan karena absennya oposisi penyeimbang kekuasaan," kata dia. 

Lebih jauh, Ade mengatakan, Muktamar PKB di Bali yang mengukuhkan Cak Imin sebagai mandataris tunggal dengan beragam hak prerogatif menunjukkan gejala personalisasi parpol yang buruk bagi iklim demokrasi. 

"Karena partai modern seharusnya menunjukkan gejala depersonalisasi yang tinggi. Bukannya bergantung pada figur perorangan, melainkan bergantung pada sistem," tutur Ade.

Infografis Alinea.id/Dwi Setiawan

Analis politik dari Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI), Indria Samego mengakui iklim demokrasi di internal PKB sedang tidak sehat. Itu terlihat dari preferensi personal Cak Imin kental dalam susunan kepengurusan baru PKB dan langkahnya menyingkirkan kader-kader 'pembangkang'. 

"Wajar saja, sekali waktu, ada kepentingan yang berseberangan (dengan) petinggi partai. Tapi, seharusnya kalau ada itu, jangan merusak soliditas partai. Ini tidak sehat," ujar Samego.

Ia pun mengingatkan agar Cak Imin tak terus menumbuhkan budaya oligarki di PKB. Ia khawatir PKB bakal bernasib seperti Partai Persatuan Pembangunan, Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera yang terbelah karena konflik internal. 

"Banyak kader dari ketiga partai tersebut merasa tidak puas dan pada akhirnya membuat partai tandingan. Itu karena ideologis partai hilang, fungsi intitusionalitas kalah dengan kepentingan personalitas," kata dia.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan