Musra dan politik oportunistis relawan Jokowi
Ketua Panitia Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia Panel Barus turut angkat suara ihwal kunjungan sejumlah relawan Pro Jokowi (Projo) ke kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pekan lalu. Ia berkilah kunjungan itu sekadar acara silaturahmi.
"Menyampaikan apa hasil Musra yang sudah dilaksanakan. Tapi, sampai dengan bulan puasa tahun depan kita masih akan menggelar Musra. Kami belum menjurus ke nama Prabowo," kata Barus saat dihubungi Alinea.id, Minggu (13/11).
Hingga kini, kelompok relawan Jokowi telah tujuh kali mengelar Musra. Terakhir, Musra digelar di Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam sejumlah Musra, nama Prabowo mencuat menjadi salah satu kandidat pilpres yang diminati "rakyat".
Selain Prabowo, nama-nama yang populer di kalangan peserta Musra ialah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Saat menghadiri acara hari perayaan ulang tahun Perindo sehari sebelum kunjungan Projo ke Prabowo, Jokowi sempat mengatakan Pilpres 2024 merupakan jatah Prabowo. Secara tersirat, Jokowi menyatakan bakal mendukung Prabowo maju sebagai kandidat presiden.
Seolah bersahut-sahutan, pernyataan Jokowi disambut dengan manuver Projo berkunjung ke kediaman Prabowo. Dalam kunjungan itu, Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi turut hadir. Di Musra, Arie berstatus sebagai penanggung jawab.
Barus memandang Jokowi hanya berseloroh saat menyatakan dukungan kepada Prabowo. Menurut dia, ucapan itu bukan arahan yang harus mutlak diikuti kelompok relawan Jokowi. Apalagi, nama Prabowo juga sudah rutin masuk dalam jajaran capres dengan elektabilitas tertinggi di Musra.
"Bisa saja Presiden Jokowi menyebut nama lain di kesempatan yang lain karena ada banyak nama yang disebut. Tapi, bahwa ada nama Prabowo yang muncul di Musra, dan Sandiaga Uno, ada nama Ganjar Pranowo itu memang benar. Jadi, dukungan Projo atau relawan Jokowi ke Prabowo, menurut saya, belum bulat," tutur Barus.
Barus mengatakan Projo dan kawan-kawan masih fokus menyiapkan gelaran Musra-Musra berikutnya. Bendahara Umum Projo itu memandang gelaran Musra di tujuh provinsi belum sepenuhnya merepresentasikan keinginan rakyat.
"Karena baru di provinsi yang populasinya belum terlalu banyak. Belum masuk Jawa Timur, belum masuk Jawa Tengah dan masuk Banten dan seterusnya. Yang pasti, Pak Jokowi memerintahkan kami untuk melanjutkan Musra sampai selesai," kata Barus.
Ketua kelompok relawan Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer mengaku tak ambil pusing dengan manuver Projo "mendekati" Prabowo. Ia menegaskan Joman sudah sehati dengan Ganjar.
"Sampai detik ini, kami tidak berubah. Masih ke Mas Ganjar. Sejak awal, kami mendukung Ganjar," ucap Noel, sapaan akrab Immanuel, saat dihubungi Alinea.id, Selasa (15/11).
Noel menilai wajar jika Projo mendadak bersilaturahmi ke Prabowo. Menurut dia, Projo sedang berusaha berinvestasi pada kandidat-kandidat yang kemungkinan bakal menjadi kampiun di Pilpres 2024 dan mendapat dukungan dari Jokowi.
"Kawan-kawan yang mendukung Prabowo atau Airlangga, enggak apa-apa. Sah-sah saja. Mereka ini sedang berselancar untuk supaya tidak hanya dua pasang calon di 2024," kata Noel.
Seperti Barus, ia yakin Jokowi belum bulat mendukung Prabowo. Menurut Noel, semua calon yang sedang dipromosikan Jokowi nantinya juga bakal terseleksi secara alamiah.
"Nanti para nama yang keluar itu bakal disuruh dagang. Para kandidat yang muncul ini bakal semacam menawarkan dagangannya. Mereka nanti secara alami akan berdagang apa yang ingin mereka ditawarkan," kata Noel.
Arah politik kelompok relawan
Ditanya soal dukungan Jokowi ke Prabowo dan manuver Projo, Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto enggan berkomentar. "Maaf, semua difokuskan ke G-20 dulu," ujar Hasto kepada Alinea.id, Rabu (16/11).
Namun demikian, Hasto sebelumnya sempat menyebut tak akan merespons manuver kelompok relawan. "Yang saya tanggapi parpol, kalau relawan-relawan itu kan cair. Bisa berubah sesuai arah angin," ujar Hasto dalam keterangan tertulis.
Menurut Hasto, kelompok relawan berbeda dengan parpol. Ia menyebut kelompok relawan tak dikenal dalam legislasi sistem politik Indonesia. "Tidak memiliki struktur organisasi yang tercatat dan kokoh," jelas Hasto.
Pernyataan Hasto sempat ditanggapi Ketum Projo Budi Arie Setiadi. Ia mengatakan Projo hanya sekadar mengikuti arahan Jokowi. "Bukan arah angin. Komunikasi dengan figur masih jalan terus. Semua mengapresiasi Musra sebagai forum rakyat, akar rumput," kata dia.
Sejak awal, PDI-P memang terkesan tak setuju dengan gelaran Musra. Agustus lalu, politikus PDI-P Effendi Simbolon meminta Musra tak digelar. Gelaran Musra juga rutin disindir Hasto dalam berbagai kesempatan.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Zaki Mubarak menilai wajar jika kelompok relawan Jokowi rutin bermanuver politik jelang Pilpres 2024. Apalagi, sebagian pentolan kelompok relawan kini tengah menikmati buah kerja kerasnya saat mendukung Jokowi di pilpres-pilpres sebelumnya.
"Ada yang jadi wakil menteri, ada yang jadi direktur, ada yang jadi komisaris dan sebagainya. Maka, mereka berkepentingan untuk mengamankan posisinya dan investasi jangka panjang setelah 2024. Nah, yang paling aman adalah mengikuti saja irama kendang Pak Jokowi," kata Zaki kepada Alinea.id, Selasa (15/11).
Zaki sepakat dukungan Jokowi kepada Prabowo juga belum final. Terlebih, Jokowi dan kelompok relawan sebelumnya terkesan bakal menyiapkan Ganjar sebagai kandidat. Jika Ganjar akhirnya diusung PDI-P, ia meyakini gerbong relawan bakal diinstruksikan berada di belakang Ganjar.
"Kalau Ganjar tidak bisa mulus negosiasi dengan PDI-P, Pak Jokowi masih punya alternatif yang kedua yaitu Prabowo. Jadi, Prabowo lebih aman ketimbang yang terpilih misalnya, Anies (Baswedan). Dugaan saya, relawan akan berjuang untuk sekurang-kurangnya menempatkan Pak Ganjar sebagai orang nomor dua sebagai pendamping Pak Prabowo," jelas Zaki.
Soal Jokowi yang kini mendua ke Prabowo, Zaki menyebut hal itu wajar. Jokowi, kata dia, memandang Prabowo sebagai salah satu calon suksesor yang punya niat untuk meneruskan program-program dan kebijakan pemerintah yang ia bangun.
"Karena pengalaman di Pilkada DKI Jakarta itu Anies tidak membuat program yang berkesinambungan. Tetapi, lebih banyak membuat kebijakan baru yang berlainan dengan kebijakan Jokowi dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Itu dianggap hal yang menakutkan bagi Jokowi pasca-2024," kata Zaki.
Lebih jauh, Zaki memandang relawan Jokowi masih punya taji. Meski tak sekuat pada pilpres-pilpres sebelumnya, jumlah relawan Jokowi tergolong cukup besar dan bisa dimobilisasi untuk mendongkrak elektabilitas calon presiden yang didukung Jokowi.
"Mengapa? Karena Pak Jokowi 2014 dan 2019 itu maju mencitrakan dirinya sebagai pemimpin rakyat. Dia menghadapi masalah ketika mendapatkan stigma sebagai petugas partai dan kurang mendapat dukungan dari rakyat. Peran relawan untuk memoles citra pemimpin rakyat," kata Zaki.
Zaki menilai hubungan simbiosis mutualisme yang paling ideal akan terbangun jika kelompok relawan mendukung pencalonan Ganjar. Menurut dia, kelompok relawan tak bakal terlalu diperhitungkan jika berada di gerbong Prabowo lantaran mantan Danjen Kopassus itu bakal lebih mengandalkan mesin politik Gerindra.
Di lain sisi, ia menyebut nasib kelompok relawan Jokowi bakal berada di ujung tanduk jika Anies atau calon lain yang memenangi Pilpres 2024. Pasalnya, kelompok relawan hingga kini tidak "berinvestasi" pada Anies meskipun namanya kerap muncul sebagai capres pilihan segelintir peserta Musra.
"Kalau yang terpilih bukan orang yang di-endorse Jokowi, mereka tamat. Tapi, kalau yang jadi Prabowo, (relawan) tidak signifikan diperlukan. Kalau yang maju Ganjar, saya saya rasa pengaruh relawan cukup kuat. Ganjar memerlukan relawan. Apalagi, kalau dia majunya tidak dari PDI-P," ucap Zaki.
Ajang gaet simpati
Digelar perdana di Bandung, Jawa Barat, pada 27 Agustus 2022, Musra direncanakan bakal dilaksanakan di 34 provinsi hingga Maret 2023 supaya merepresentasikan suara rakyat di seluruh Indonesia. Gelaran terakhir bakal dihelat di Jakarta. Jokowi direncanakan menutup Musra pamungkas itu.
Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS) Arman Salam memandang serangkaian Musra relawan Jokowi itu tak sepenuhnya digelar untuk menjaring aspirasi rakyat. Ia menilai Musra dihelat sebagai ajang konsolidasi sekaligus memperkuat posisi tawar kelompok relawan Jokowi di mata para capres.
"Itulah cara yang ampuh sembunyi dari nalar dan respon yang negatif. Sebagai instrumen pembenaran, acapkali atas nama rakyat yang dikedepankan. Semua tentunya berbasis pada kepentingan dan strategi dalam menggaet opini dan simpati publik," kata Arman kepada Alinea.id, Rabu (16/11).
Arman sepakat Pilpres 2024 merupakan ajang pertaruhan bagi nasib kelompok relawan Jokowi. Jika calon yang didukung sukses memenangi piplres, kelompok relawan Jokowi kemungkinan besar bisa tetap bertahan hidup dan kembali menikmati manisnya kekuasaan.
"Muara dari relawan atau tim sukses adalah bisa ikut menikmati kekuasaan. Relawan biasanya membaca interest calon atau figur yang didukung. Dalam hal ini, relawan Jokowi yang dukungannya terkesan berubah-ubah," kata Arman.
Setidaknya ada belasan tokoh kelompok relawan Jokowi yang kini didapuk jadi pejabat di pemerintahan dan petinggi BUMN, semisal Budi Arie yang kini jadi Wamen Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Andi Gani Nena Wea yang bertahan sebagai Komisaris Utama PT PP (Persero) Tbk. Di Musra, Andi Gani berstatus sebagai Ketua Dewan Pengarah.
Lebih jauh, Arman berpendapat Jokowi hingga kini tetap menjadi salah satu tokoh yang punya pengaruh kuat untuk menentukan peta politik nasional. Pasalnya, Jokowi masih punya "konstituen" dan simpatisan yang hingga kini masih loyal terhadapnya.
"Kekuatan ini tidak bisa disepelekan oleh calon yang akan bertarung sehingga wajar jika para calon presiden berlomba menarik simpati Jokowi agar mendukungnya dan diharapkan gerbong di belakang Jokowi juga akan seirama," kata Arman.
Di lain sisi, Jokowi juga berkepentingan untuk menentukan suksesor yang mampu melanjutkan dan mengamankan "kepentingan-kepentingan" politiknya di Istana. Itulah kenapa Jokowi juga tak segan-segan mengumbar dukungan kepada para capres yang potensial memenangi Pilpres 2024.
"Hal ini adalah sebuah simbiosis mutualisme karena diharapkan siapa pun ke depan yang jadi presiden pengganti Jokowi maka harus bisa melanjutkan atau mengamankan segala bentuk kebijakan yang sudah diputuskan pada masa Jokowi," jelas Arman.