Partai NasDem meminta Mahkamah Konstitusi (MK) berpikir jernih dalam memutuskan sidang uji materi (judicial review) atas sitem pemilihan umum (pemilu). Para hakim diharapkan tidak mengabulkan permohonan pemohon karena sistem proporsional tertutup akan menggerus daulat rakyat.
"Padahal, konstitusi kita sudah lebih maju [dengan] meletakkan kedaulatan rakyat tidak hanya sebagai norma konstitusional, tetapi moralitas konstitusional," ujar kata Ketua Bidang Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan, dalam keterangannya, Jumat (9/6/2023).
Menurutnya, penerapan sistem proporsional tertutup juga berimplikasi pada tergerusnya keterwakilan perempuan di legislatif. Padahal, sedang terjadi peningkatan, di mana kini ada 120 perempuan terpilih menjadi legislator, yang setara dengan 20,87% dari total 575 anggota DPR.
Dampak lainnya, sambung Atang, bakal melemahkan kebebasan ekpresi rakyat dalam menentukan wakilnya. Sebab, anggota dewan akan cenderung mengekor kepada partai politik (parpol) dalam sistem proporsional tertutup.
"Bagaimana kita akan membangun demokrasi jika rakyat tidak dipercaya untuk menentukan pilihannya berdasarkan keyakinannya bahkan terkesan menyumbat partisipasi politik rakyat dalam menentukan siapa akan menjadi wakilnya?" tuturnya.
Baginya, sistem proporsional terbuka sudah teruji dalam mendorong kemajuan demokrasi. Dicontohkannya dengan dinamika kontestasi politik 2014: masyarakat yang memilih caleg mencapai 71,4%, sedangkan memilih parpol 28,6%.
Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, yang memilih caleg 73,9% dan memilih parpol 26,1%. Dengan demikian, Atang berpendapat, argumen sistem proporsional terbuka menyulitkan rakyat memilih sebagai pandangan skeptis atas daulat rakyat bahkan masyarakat tidak cerdas dalam berdemokrasi.
Atang juga menyinggung partisipasi pemilih yang naik signifikan ketika sistem proporsional terbuka diterapkan. Partisipasi pemilih meningkat dari 75,11% pada 2014 menjadi 81,93% pada 2019.
Kemudian, keterpilihan anggota dewan petahana dalam setiap kontestasi politik tidak lebih dari 60%. Menurutnya, ini sebagai bentuk berjalannya fungsi pengawasan rakyat terhadap wakilnya.
"Ini sebuah kemajuan demokrasi karena pada prinsipnya kontrol sosial merupakan urat nadi demokrasi," ucap Atang.