Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) resmi memecat 27 kadernya karena dianggap melanggar etik dan melakukan pelanggaran berat. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka, dan Gubernur Sumatera Utara terpilih Bobby Nasution termasuk di jajaran kader yang dipecat PDI-P.
Pemecatan Jokowi berdasarkan Surat Keputusan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 sedangkan pemecatan Gibran termakub dalam Surat Keputusan nomor 1650/KPTS/DPP/XII 2024. Adapun pemecatan Bobby Nasution berdasarkan Surat Keputusan nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024. Jokowi dan Bobby dianggap membangkang instruksi parpol lantaran memilih mendukung pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Sejumlah politikus andal lainnya juga ditendang PDI-P karena dianggap membelot pada era Pilpres 2024, di antaranya Maruarar Sirait, Budiman Sudjatmiko, dan Effendi Simbolon. Ketiga politikus itu tergolong populer, punya jejaring, dan kuat secara logistik.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menilai keputusan PDI-P memecat Jokowi cs potensial menggerus elektabilitas parpol. Pasalnya, kader-kader yang dipecat punya pengaruh dan basis massa yang tergolong besar.
Namun, langkah itu juga bisa mendongkrak citra partai di mata publik. Pemecatan Jokowi dan kawan-kawan bisa dipersepsikan sebagai bukti PDI-P serius menata keorganisasian parpol dan teguh pada ideologi mereka.
"Negatifnya mungkin dalam jangka pendek adalah berkurangnya dukungan, karena dukungan selama ini mungkin pada tokoh. Tetapi, dalam kasus tertentu, PDI-P itu punya basis massa yang loyalitasnya relatif kuat. Karena itu, keberadaan tokoh seperti ini sebenarnya harus ditransformasikan menjadi kekuatan organisasi partai politik," ujar Bakir kepada Alinea.id, Rabu (18/12).
PDI-P, diakui Bakir, masih sangat bergantung pada ketokohan Megawati Soekarnoputri sebagai perekat partai. Meski begitu, PDI-P tak kekurangan politikus andal yang juga punya nama di pentas nasional, semisal Ganjar Pranowo, Basuki Tjahaja Purnama, hingga Djarot Saiful Hidayat.
"Siapa pun tokohnya kalau organisasi maupun partai politiknya dipercaya oleh masyarakat maka dia akan tetap mendapatkan dukungan. Oleh karena itu, sekali lagi tergantung pada apa langkah-langkah penting yang dilakukan oleh PDI-P ke depannya untuk memastikan bahwa mereka tidak tergantung pada sosok walaupun sampai saat ini Megawati masih menjadi tokoh penting," kata Bakir.
Dalam konteks politik saat ini, menurut Bakir, akan lebih tepat jika PDI-P fokus merancang langkah-langkah konkret ke depan untuk menyikapi pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurut dia, PDI-P bisa mengambil sikap oposan dan memperkuat loyalitas konstituennya.
"Sikap kritis kontrol dan sebagainya maupun kepedulian pada masyarakat itu adalah bagian langkah yang akan memperkuat institusionalisasi partai politik," kata Bakir.
Sekjen Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI), Darmawan Purba sepakat keputusan PDI-P memecat kader populer berisiko menggerus elektabilitas PDI-P. Ia menyarankan agar PDI-P segera melakukan regenerasi tokoh dan memperkuat citra sebagai partai yang teguh membela kepentingan rakyat.
"Tindakan ini (pemecatan Jokowi dan kawan-kawan) dapat memperkuat dasar partai dalam jangka panjang jika PDI-P dapat menghasilkan pemimpin baru yang setia dan jujur. Dengan cerita yang tepat, PDI-P dapat menggambarkan keputusan ini sebagai ketegasan, prinsip, dan keberanian partai. Pemilih yang mengutamakan integritas dan disiplin organisasi akan menghargai hal ini," kata Darmawan kepada Alinea.id, Rabu (18/12).
PDI-P, kata Darmawan, bisa saja menghadirkan tokoh-tokoh populer sekaliber Jokowi. PDIP memiliki segudang tokoh potensial yang dijadikan ujung tombak partai untuk membela kepentingan rakyat seperti, Tri Rismaharini, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Pramono Anung, Basuki Tjahaja Purnama, dan Deddy Sitorus.
"Mereka adalah beberapa pengganti yang akan membantu PDI-P di masa depan untuk menggantikan peran-peran strategis dalam pemilihan dan peran simbolik. Tokoh milenial PDI-P termasuk Hendrar Prihadi, Karolin Margret Natasa, Putra Nababan, dan banyak lagi," kata Darmawan.