Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mencabut usulan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTR KS Pantura Jakarta) dan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dengan surat bernomor 2266/-075.61 tertanggal 22 November 2017.
Pencabutan itu merujuk pada surat yang ditujukan untuk Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi dengan maksud akan mengkaji lebih dalam lagi Raperda yang akan mengatur harga per meter lahan diatas pulau reklamasi sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP). Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, Yayan Yuhanah membenarkan bahwa draf Raperda tersebut telah dicabut sesuai perintah Anies.
"Kami tarik untuk sementara. Kami tarik dulu untuk di-review Pak Gubernur," terang Yayan.
Yayan menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta mulanya mengajukan pembahasan Raperda terkait reklamasi itu pada Oktober 2017. Kala itu, Djarot Saiful Hidayat masih menjabat sebagai gubernur. Kemudian, DPRD DKI membalas permohonan itu dan meminta eksekutif merevisi surat yang dikirimkan.
"Kemudian Pak Gubernur sekarang, Pak Anies bersurat lagi ke DPRD. Kalau begitu kami tarik surat dan draf yang bulan Oktober yang diajukan itu," ungkapnya.
Sementara Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengaku tidak tahu menahu soal pencabutan draft Raperda tentang reklamasi pantai utara Jakarta oleh pasangannya, Anies Baswedan.
Namun, ia mengklaim bahwa pendalaman yang akan dilakukan terkait keinginan untuk menambahkan pasal yang mengatur tentang penciptaan lapangan kerja diatas proyek pengerukan laut itu.
"Nanti saya coba tanya sama tim hukum dan Pak Anies sendiri. Karena saya punya pemikiran ingin juga dilihat dari segi penciptaan lapangan kerja," terangnya.
Sedangkan langkah tersebut dinilai mengabaikan amanat pemerintah pusat lantaran Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara berasal dari Program Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Propemperda) 2018.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI, Bestari Barus mengatakan, pencabutan tersebut merupakan langkah mundur. Ia beralasan proses pembentukan Raperda yang telah melalui kajian panjang dengan melibatkan akademisi dan pihak terkait lainnya saat rapat dengar pendapat umum (RDPU).
"Dengan ini lambat, berarti amanah pemerintah pusat tidak tercapai," ujarnya saat ditemui di gedung DPRD DKI, Selasa (5/12).
Tarik-ulur reklamasi
Kemenko Maritim memberi lampu hijau melanjutkan pembangunan proyek reklamasi ke Pemprov DKI melalui surat bernomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 tertanggal 5 Oktober 2017. Isu reklamasi pun kembali menghangat mengingat janji kampanye Anies-Sandi yang bakal menolak kelanjutan proyk tersebut.
Kepastian pencabutan moratorium reklamasi Teluk Jakarta diungkapkan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Tuty Kusumawati pada 6 Oktober 2017.
"Dari Pak Menko Maritim, Alhamdulillah, sudah ditandatangani. Sudah (dicabut)," ujarnya.
Keterangan tersebut merupakan jawaban Menkomaritim atas surat yang disampaikan Pemprov DKI pada 23 Agustus dan 2 Oktober 2017 yang isinya meminta peninjauan kembali moratorium reklamasi. Selanjutnya, Kemenko Kemaritiman melakukan rapat koordinasi dengan Pemprov DKI.
"Disepakati bahwa Reklamasi Pantai Utara Jakarta sudah tidak ada permasalahan lagi dari segi teknis maupun segi hukum," bunyi surat Kemenko Kemaritiman.
Surat yang sama juga menegaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencabut sanksi administratif kegiatan PT Kapuk Naga Indah dan PT Muara Wisesa Samudra. Perusahaan-perusahaan itu merupakan pengembang pulau reklamasi C, D, dan G.
Dua hal itu melatarbelakangi pencabutan moratorium reklamasi. Menurut Tuty, pencabutan moratorium berlaku pada 17 pulau reklamasi.
"Penghentian Sementara (moratorium) pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku," tutup surat tersebut.
Sebelumnya, pada September lalu, Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menyatakan tidak ada alasan lagi untuk menunda reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, kajian teknis menghasilkan tidak ada masalah dengan proyek tersebut dan pendapatan dari proyek tersebut sebagian akan digunakan untuk memodali pembangun tanggul raksasa (giant sea wall).
Luhut mengatakan, semua persyaratan pengembang yang diminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta untuk pulau C dan D sudah dipenuhi, sehingga tidak ada alasan untuk menunda pembangunannya.
"Semua persyaratan pengembang yang diminta KLH ada 11 titik sudah dipenuhi, jadi tidak ada alasan berlama-lama," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman medio September lalu.
"Mengenai Pulau G lagi difinaliasi, kita berharap minggu depan selesai. Sehingga, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengeluarkan atau tidak membolehkan proses di sana," tambahnya.