Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan bahtsul masail kebangsaan tentang hukum menolak hasil pemilu dengan dalih kedaulatan rakyat. PWNU Jatim menilai penolakan hasil pemilu hingga mengerahkan massa sama halnya tidak taat agama, karena tidak taat Allah dan RasulNya.
Katib Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Syafruddin Syarif melarang adanya upaya mendelegitimasi KPU sebagai bentuk menolak hasil pemilu. Apalagi sampai mengerahkan massa untuk memprovokasi dengan berdalih people power atau kedaulatan rakyat.
"Penolakan hasil pemilu bertujuan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau syariat. Jadi dari perspektif fiqih tidak diperbolehkan menolak hasil pemilu ," ujar Syafruddin Syarif, saat jumpa pers, Senin (20/5).
Tindakan menolak hasil pemilu dengan mengerahkan massa dapat mengarah ke tindakan makar, karena dapat menyulut terjadinya konflik sosial, dan perang saudara.
PWNU melarang delegitimasi KPU berlandaskan Alquran surah An-Nisa ayat 59. Masyarakat harus taat kepada Allah, dan RasulNya, serta ulil amri minkum.
"Ulil amri adalah pemimpin negara, termasuk di dalamnya ada lembaga-lembaga yang sudah disetujui dan ditunjuk untuk melaksanakan beberapa hal termasuk amanat memilih pemimpin," ungkap Syafruddin.
Selain itu, landasan yang dipakai dasar adalah surah Al-Buruj ayat 10 dan ayat 9, surat Al-Maidah ayat 53, serta beberapa hadis nabi.
"Dalam sebuah hadis nabi bersabda, barang siapa yang tidak senang terhadap pemimpinnya, maka hendaknya dia bersabar. Dan karena barang siapa yang keluar dari presiden yang sah dan sultan yang sah satu jengkal saja, maka dia mati dalam keadaan maitatan jahiliyah, atau mati sebagai kafir jahiliyah," bebernya.
Maka PWNU Jawa Timur meminta masyarakat menahan diri, dan tidak terprovokasi gerakan mobilisasi massa untuk menolak hasil pemilu. Mengingat KPU merupakan lembaga resmi pemerintah yang diamanatkan untuk mengadakan pemilu.
Sementara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebut, suatu negara bisa menjadi negara diktator, jika masyarakat melakukan people power. Negara tersebut akan mengalami guncangan ekonomi yang dahsyat dan terjadi instabilitas. Begitu kondisi ekonomi melemah, muncul kelompok yang ingin melakukan revolusi.
“Biasanya negara diktator karena ada guncangan ekonomi yang berat muncul kelompok melakukan revolusi, Tapi syarat-syarat itu tidak ada di Indonesia,” kata Gubernur Khofifah usai menjadi inspektur Upacara Harkitnas, di Grahadi, Senin (20/5).
Gubernur meminta masyarakat menerima hasil Pemilu 2019, karena proses demokrasi di Indonesia sudah berjalan lama. Penyelenggara pemilu sudah memberi waktu kampanye selama tujuh bulan. Rekapitulasi di KPU tingkat provinsi sudah selesai, dan penghitungan KPU pusat untuk Jatim sudah selesai.
Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat juga diatur undang-undang. “Proses semua ini merupakan konsesus kesepakatan politik. Maka referensi kita adalah kontitusi, dari konstitusi itu kita bisa tertib hukum,” paparnya.
Jika ada dispute (perselisihan) terhadap hasil pemilu, Khofifah berharap masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam gugatan itu pendukung, dan tim pemenangan paslon presiden bisa adu argumen, data dan fakta.
Sementara perkembangan situasi politik purnawirawan yang terbelah sikap politiknya semakin terlihat jelang pengumunan hasil rekapitulasi penghitungan suara resmi oleh KPU.
Mantan Danjen Kopassus, Jendral TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar mengaku sedih melihat perkembangan politik saat ini. Dia menilai sikap berbagai pihak yang menyatakan dukungan terhadap salah satu paslon, abai terhadap konstitusi hukum, dan peraturan perundang-undangan yang sah.
Jika situasi tersebut dibiarkan maka dapat memecah persatuan dan menghancurkan martabat bangsa Indonesia. Karena itu, Eks Danjen Kopassus periode 1983-1985 itu, menghimbau pada purnawirawan yang terlibat dalam kontestasi politik, agar dapat menjaga komitmen terhadap pengabdian pada negara.
"Purnawirawan diharapkan dapat mengikuti, menjaga, dan mematuhi seluruh proses demokrasi yang dilaksanakan atas landasan konstitusi, hukum, dan perundang-undangan yang berlaku," ujar Wismoyo, di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Senin (20/5).
Seperti diketahui, 108 purnawirawan TNI-Polri yang tergabung dalam Front Kedaulatan Bangsa, telah menyatakan sikap untuk mendukung pasangan calon nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga. Mereka menyatakan akan mengikuti aksi 22 Mei di KPU demi mengawal dan melindungi rakyat.
Selain itu, Wismoyo juga mengajak pada purnawirawan baik tamtama, bintara, dan perwira TNI AD dapat menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat. Sebagai salah satu bentuk memaknai dari Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
Lebih lanjut, Wismoyo juga meminta pada presiden yang terpilih untuk dapat menyerap segala aspirasi masyarakat, meskipun pada masyarakat yang tidak mendukungnya.
"Pada hakekatnya, masyarakat adalah pemimpin dari seluruh rakyat Indonesia," ujar Wismoyo.