Kemunduran mendadak Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum Partai Golkar memunculkan beragam spekulasi liar. Sejumlah analis menganggap ada campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peristiwa politik itu. Jokowi disebut-sebut ingin menguasai Golkar atau menempatkan orang kepercayaannya di kursi Ketum Golkar.
Setidaknya sudah ada tiga kandidat yang potensial menggantikan Airlangga sebagai ketum, yakni Waketum Golkar Bambang Soesatyo, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
Bahlil diklaim sebagai kandidat terkuat dan telah mengantongi dukungan dari 34 DPD Golkar. Pernah jadi Ketua HIPMI dan aktif di HMI, Bahlil dikenal salah satu orang kepercayaan Jokowi. Rumornya Bahlil bakal menganugerahkan posisi Ketua Dewan Pembina Golkar ke Jokowi jika terpilih jadi ketum.
Selain Golkar, Jokowi juga disebut-sebut berhasrat menguasai PDI-Perjuangan, parpol yang membesarkan namanya. Tudingan itu diutarakan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat memberikan sambutan di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Megawati berdalih ia terpaksa batal pensiun karena ada yang mau mengambil alih partainya. Namun, ia tak merinci sosok yang berniat menguasai PDI-P itu. "Saya ini barang antik. Usia 77 tahun. Sesuai aturan harusnya sudah pensiun," kata Megawati.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto blak-blakan menyebut Jokowi sebagai sosok yang dimaksud Megawati. Hasto mengaku mendapatkan informasi terkait hasrat Jokowi menguasai PDI-P dari salah satu mantan menteri Jokowi.
“Ada seorang mantan menteri yang kemudian dihubungi oleh menteri dalam kabinet Bapak Jokowi yang menyatakan keinginan dari Pak Jokowi untuk menduduki posisi Ketua Umum PDI Perjuangan,” kata Hasto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/8).
Wacana menjadikan Jokowi sebagai Ketum PDI-P sempat diembuskan putra sulung Presiden RI pertama Sukarno, sekaligus kakak Megawati, Guntur Sukarno. Dalam sebuah opini yang tayang di Kompas pada 30 September 2023, Guntur menilai Jokowi berpeluang diangkat jadi Ketum PDI-P.
Ia menyebut Jokowi sebagai sebagai anak ideologis Bung Karno. Secara khusus, Guntur mengelaborasi kebijakan hilirisasi nikel ala Jokowi yang membuat banyak negara marah. Menurut dia, Jokowi menjalankan prinsip-prinsip yang dianut Bung Karno.
Meski sempat bikin gaduh, wacana mengangkat Jokowi jadi Ketum PDI-P perlahan meredup. PDI-P dan Jokowi kini malah pecah kongsi setelah Jokowi merestui Gibran Rakabuming Raka sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Meski begitu, PDI-P belum memecat Jokowi.
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor tak yakin PDI-P bisa diambil alih Jokowi. Menurut Firman, pernyataan Megawati dimaksudkan supaya kader-kader PDI-P solid di barisan oposisi.
“Saya rasa itu hanya satu statement ingin memberikan peringatan kepada kader agar hati-hati. Saya kira tidak (sampai ambil alih PDI Perjuangan), tapi lebih ke meredakan oposisi,” ujar Firman kepada Alinea.id, Kamis (15/8).
Situasinya berbeda di Golkar. Menurut dia, Jokowi butuh Golkar sebagai kendaraan politiknya setelah lengser nanti. “Airlangga mundur, ada ruang agar terjadi munaslub untuk memasukan orang seperti Bahlil,” ujar dia.
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai isu pengambilalihan Golkar dan PDI-P mencuat lantaran ada pertarungan elite kedua parpol itu. Isu semacam itu, kata Wasisto, tak mungkin muncul jika tak ada faksionalisasi di internal parpol.
"Yang umumnya terjadi itu adalah faksionalisasi partai. Dan itu pernah terjadi di Golkar dan PDI di mana yang terakhir kemudian faksi Megawati melahirkan PDI-Perjuangan,” katanya kepada Alinea.id.
Ini bukan kali pertama rezim Jokowi dituding terlibat dalam konflik atau regenerasi kepemimpinan di tubuh parpol. Pada 2021, misalnya, Jokowi sempat disebut-sebut merestui upaya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengudeta kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono di Partai Demokrat.