close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Capres Prabowo Subianto menunjukkan aksi joget gemoy di sela-sela pengundian nomor urut capres-cawapres di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, (14/11). /Foto Instagram @prabowo
icon caption
Capres Prabowo Subianto menunjukkan aksi joget gemoy di sela-sela pengundian nomor urut capres-cawapres di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, (14/11). /Foto Instagram @prabowo
Politik
Minggu, 26 November 2023 12:34

Pak Prabowo, apa dengan joget gemoy, persoalan rakyat selesai?

Prabowo kian sering berjoget gemoy di ruang publik. Spontan atau gimmick politik?
swipe

Tak seperti Pemilu 2019, calon presiden Prabowo Subianto tidak lagi dikenal publik sebagai sosok yang sangar dan tukang marah-marah. Pada pemilu kali ini, milenial dan generasi Z seolah kompak menyematkan julukan si gemoy pada mantan Danjen Kopassus itu. Gemoy berarti menggemaskan. 

Julukan itu lekat pada Prabowo karena kerap spontan berjoget atau menari ketika menghadapi keadaan "sulit". Salah satu aksi joget yang viral ialah saat Prabowo berhadapan dengan jurnalis Najwa Shihab dalam adu gagasan ala Mata Najwa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pertengahan September lalu. 

Dalam satu momen wawancara, Najwa sempat mencecar Prabowo soal dua eks napi kasus korupsi yang tercatat sebagai caleg DPR RI dari Gerindra. Najwa menyebut kehadiran dua caleg itu mengindikasikan lemahnya komitmen antikorupsi Prabowo dan Gerindra. 

Alih-alih langsung menjawab, Ketum Gerindra itu terlebih dahulu menari-nari kecil. "Tunggu! Tunggu dulu. Saya mau jawab. Dua calon itu sudah saya coret," ujar Prabowo. 

Belakangan, aksi joget gemoy itu kian rutin ditunjukkan Prabowo di ruang publik. Ia, misalnya, spontan berjoget gemoy saat kehabisan waktu dalam dialog publik di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), Jawa Timur, Jumat (24/11). 

Di media sosial, frasa 'jogetin aja' atau 'senyumin aja' khas Prabowo-Gibran belakangan juga kian populer. Seiring itu, lomba joget gemoy pun marak digelar di berbagai daerah. Salah satunya diinisiasi oleh Dedi Mulyadi, eks Wali Kota Purwakarta yang kini jadi kader Gerindra. 

Dalam sebuah keterangan pers yang dirilis pekan lalu, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Cheryl Anelia Tanzil mengatakan si gemoy merupakan julukan sayang bagi Prabowo dari para pendukungnya. Cheryl membantah julukan itu sebagai strategi kampanye yang diciptakan oleh tim sukses.

“Pemilih hari ini sekarang bosan dengan pemilu yang dibawa ke arah saling serang, saling tuding. Istilah gemoy dan santuy jadi oase bagi pemilih sekarang bahwa berpolitik ternyata bisa dibuat asyik dan gembira” kata Cheryl.

Analis politik dari Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi Kusman menyebut joget gemoy Prabowo sebagai gimmick politik semata. Tujuannya tak lain untuk mengalihkan perhatian masyarakat supaya lupa dengan catatan-catatan negatif pasangan Prabowo-Gibran.

"Seperti dugaan pelanggaran HAM (yang dilakukan Prabowo), pelanggaran etik berskala berat dalam kandidasi Gibran sebagai cawapres dalam proses di MK (Mahkamah Konstitusi) kemarin, atau kekhawatiran mobilisasi aparatus negara, seperti perangkat desa, demi pemenangan," kata Airlangga kepada Alinea.id, Sabtu (25/11).

Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres usai MK merilis putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu. 

Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah menjabat kepala daerah. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran. 

Hindari adu gagasan?

Dosis gimmick yang berlebihan dari Prabowo-Gibran, kata Airlangga, menandakan pasangan tersebut tidak menjadikan adu gagasan sebagai sesuatu yang penting. Apalagi, pasangan nomor urut 2 itu lebih sering absen dalam debat-debat publik yang digelar kampus dan institusi akademik lainnya. 

"Tingginya dosis politik gimmick hanya akan memperdaya publik dan mengelabui kesadaran publik. Pasangan yang menggunakan politik gimmick sebetulnya tidak siap mengelola negara dengan gagasan dan praktik bernegara karena mereka telah mengalami kekalahan awal politik, yaitu kekalahan politik gagasan," ucap Airlangga.

Analis politik dari Universitas Krisnadwipayana, Ade Reza Hariyadi berpendapat politik gimmick yang diperagakan Prabowo-Gibran merupakan strategi untuk menyiasati perubahan peta pemilih di Pilpres 2024. Saat ini, mayoritas pemilih yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari kalangan milenial dan gen Z. 

"Masalahnya, hal-hal yang substantif menjadi kurang kuat. Padahal, pemilu yang bagus kan lebih mengedepankan kontrak politik dengan pemilih. Artinya, ada hal-hal strategis, dan kemudian (gagasan dengan) rasionalitas tinggi dalam bentuk program," kata Ade kepada Alinea.id, Jumat (23/11).

Ade sepakat tingginya "dosis" joget gemoy Prabowo di ruang publik mengindikasikan upaya menghindari pertarungan gagasan yang tajam dengan kandidat lainnya. Ia pun menyayangkan gimmick-gimmick politik semacam itu jadi strategi kampanye untuk meraup simpati publik. 

"Hal-hal yang sifatnya gimmick, joget-joget ini, jangan ditonjolkan. Apa dengan joget-joget itu masalah rakyat terselesaikan? Seharusnya ide dan gagasan yang bisa kita munculkan sebagai materi diskusi yang mencerdaskan publik," ucap Ade.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan