close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pileg dengan sistem proporsional tertutup. Alinea.id/MT Fadillah
icon caption
Ilustrasi pileg dengan sistem proporsional tertutup. Alinea.id/MT Fadillah
Politik
Jumat, 20 Januari 2023 20:50

Pakar: apa pun sistem Pemilu 2024 harus tingkatkan kualitas demokrasi

Perdebatan sistem pemilu proporsional terbuka ataupun tertutup kembali mengemuka jelang Pemilu 2024.
swipe

Pemerhati politik internasional dan isu-isu strategis, Imron Cotan, mengatakan, sistem pemilihan umum (pemilu) apa pun yang dipakai bukanlah masalah mendasar asal berkelanjutan dan meningkatkan kualitas demokrasi. Katanya, demokrasi di Indonesia masih dalam proses pematangan.

"Jadi, kalau ditanya, sistem apa yang terbaik? Tentu yang bisa mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa," ujarnya dalam webinar Moya Institute bertema "Pemilu Proporsional Tertutup: Kontroversi", Jumat (20/1).

Menurut eks Duta Besar (Dubes) RI untuk Australia dan China ini, pemilu merupakan instrumen dan menjadi bagian demokrasi, yang pelaksanaannya menyesuaikan kebutuhan berdasarkan konteks waktu dan tepat. Demokrasi tak memiliki bentuk baku yang bisa diterapkan sebagai model yang sama di setiap negara.

Perdebatan tentang sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup kembali mengemuka belakangan ini. Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menginginkan kembali menerapkan proporsional tertutup dengan dalih ongkos politik lebih murah, mencegah liberalisasi, dan potensi politik uang minim. 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, mengajak masyarakat mempertanyakan argumentasi sistem proporsional tertutup lebih menyerap aspirasi publik daripada sistem yang berlaku saat ini.

"[Argumentasi] itu bisa menyesatkan. Kalau membiarkan parpol (partai politik) mendudukkan anggotanya dari daerah tertentu namun masyarakat merasa tidak memilih, maka kepercayaan konstituen akan pudar. Ingat, sistem pemilu adalah induknya demokrasi," paparnya.

Dalam kesempatan sama, peneliti senior BRIN, Hermawan Sulistyo, menyebutkan, prinsip dasar dari pemilu adalah setiap mempunyai kedaulatan terhadap dirinya sendiri. Agar tidak terjadi konflik, maka dibuat pengaturan. 

"Nah, yang membuat pengaturan tersebut adalah orang yang kita pilih di eksekutif maupun legislatif," ucapnya. Pihak lain yang membuat pengaturan itu terdiri dari parpol dan orang dan masyarakat bisa mengetahui pertanggungjawabannya sebab dipilih langsung. 

Bagi Hermawan, tidak ada satu sistem pemilu yang membuat peluang seseorang calon legislatif (caleg) terpilih sebagai anggota DPR lebih besar. Semuanya sama lantaran sistem pemilulah yang mengantarkannya.s

Adapun pengamat hukum Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul, memaparkan, sistem pemilu terbagi dalam bentuk mekanis dan organik. Dalam mekanis, warga negara dipandang secara individual yang memiliki hak memilih, sedangkan rakyat tak dilihat sebagai perorangan melainkan berdasarkan kelompoknya dalam organik.

Selanjutnya, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, mengungkapkan, sistem proporsional tertutup ataupun terbuka pernah dipraktikkan sejak awal reformasi sampai sekarang. Menurutnya, tidak ada satu pun sistem yang lebih sempurna dibandingkan yang lainnya. 

"Apa pun nantinya yang dipilih, harus mampu meningkatkan kualitas demokrasi," ujar Hery.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan