Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membolehkan bekas narapidana kasus korupsi ikut Pilkada 2020.
Sesuai Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 Tentang Pilkada (UU Pilkada), menurut Yandri, seseorang yang sudah menjalankan hukuman memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya.
"Karena UU tidak melarang. Namanya eks narapidana atau seseorang yang sudah pernah dihukum, dia kan sebagai manusia biasa. Enggak masalah. Memang enggak ada pertentangan hukum," kata Yandri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/12).
Karena UU tidak melarang, Yandri mengatakan, seorang mantan narapidana kasus korupsi berhak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. "Apakah itu melalui parpol atau independen? Ya, silahkan. Tinggal rakyatnya mau milih atau enggak. Jadi, sebagai hakimnya rakyat," kata dia.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 18 Tahun 2019, KPU hanya melarang mantan narapidana kasus narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak maju sebagai calon kepala daerah.
Menurut Yandri, seorang napi kasus narkoba dan pedofil dilarang ikut pilkada karena memiliki sifat merusak. "Kalau bandar narkoba karena sifat daya rusaknya itu luar biasa. Sama, (larangan bagi) pedofil itu fraksi PAN mengusulkan," jelasnya.
Yandri mengatakan, PAN juga bakal membuka peluang agar napi kasus korupsi ikut mendaftar sebagai calon kepala daerah di partainya.
"Itu tentu dikembalikan pada seleksi internal. Bagi kami tentu ada skala prioritas, kader. Kalau engak kader, tentu orang yang bisa diterima oleh masyarakat, tidak punya persoalan, dan kemudian bisa membangun daerah," tutur dia.