Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi (judicial review) tentang sistem pemilihan umum (pemilu). Dengan demikian, sistem proprosional terbuka tetap berlaku.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, tidak heran dengan putusan tersebut. Sebab, PAN sedari awal sudah meyakini muruah dan martabatnya sebagai penjaga demokrasi, hukum, dan keadilan dalam memutuskan permohonan tersebut.
"Sikap MK menolak gugatan terhadap sistem pemilu agar menjadi tertutup adalah bukti dari eksistensi MK sekarang ini," katanya dalam keterangannya, Kamis (15/6). PAN pun mengapresiasi MK karena putusan itu dinilai institusi masih independen dan tak terpengaruh intervensi mana pun.
Lebih jauh, Yoga menerangkan, kesamaan pandangan antarpartai secara koletik tentang sistem pemilu jarang terjadi. Hanya 8 dari 9 partai politik (parpol) di parlemen yang tetap mendukung sistem proporsional terbuka selain masyarakat sipil.
Karena MK telah memutuskan sistem proporsional terbuka, ia pun meminta penyelenggara pemilu tetap melanjutkan proses yang berjalan sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan turunannya. Utamanya menyangkut sistem, mekanisme, prosedur, dan tata cara kepemiluan.
"Kedua, seluruh partai politik, penyelenggara pemilu, kekuatan masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk berkomitmen menjaga pelaksanaan pemilu dapat berjalan secara luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia), jurdil (jujur dan adil), berkualitas dan berintegritas, aman, dan damai," tuturnya.
Selain itu, PAN menyarankan pemerintahan dan legislatif hasil Pemilu 2024 agar segera mempersiapkan Naskah Akademik UU Pemilu, terutama menindaklanjuti putusan MK tersebut. Pangkalnya, banyak hal harus direvisi selain sistem pemilu.
"Di samping soal sistem pemilu, bagi PAN, yang juga harus di revisi adalah tentang presidential threshold (PT) 20% kursi DPR RI yang terlalu tinggi sebagai syarat pencalonan pemimpin bangsa sebagai capres/cawapres (calon presiden/calon wakil presiden)," ucap Yoga.
"Seharusnya PT itu tidak boleh membatasi secara ekstrem calon untuk maju sebagai capres/cawapres sehingga pintu kompetisi menjadi sempit dan tidak banyak alternatif calon pemimpin nasional untuk dipilih rakyat," sambungnya.