close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi memberikan sambutan dalam acara silaturahmi bersama Forkopimda dan jajaran Pemkab Lampung Barat di Sekolah Kopi, Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat, Januari 2023. /Foto Instagram @arinal_djunaidi
icon caption
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi memberikan sambutan dalam acara silaturahmi bersama Forkopimda dan jajaran Pemkab Lampung Barat di Sekolah Kopi, Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat, Januari 2023. /Foto Instagram @arinal_djunaidi
Politik
Selasa, 03 Desember 2024 12:07

Para petahana yang tumbang di Pikada Serentak 2024

Pendatang baru yang disokong KIM dan direstui Prabowo sukses menumbangkan kandidat petahana di Pilkada Serentak 2024.
swipe

Para kandidat dari kalangan petahana berguguran di Pilkada Serentak 2024. Tak hanya kalah tipis, banyak petahana yang raihannya tertinggal jauh dari pasangan kandidat pendatang baru. Selain di level pilgub, fenomena petahana gagal mempertahankan kekuasaan juga terpentas di pilkada level pilwalkot dan pilbup. 

Di Pilgub Bengkulu, misalnya, pasangan petahana Rohidin Mersyah-Meriani (Rohidin-Meriani) ditumbangkan pasangan Helmi Hasan-Mian (Hasan-Mian). Hasil hitung cepat LSI Denny JA menunjukkan Rohidin-Meriani meraup 43,82% suara. Hasan-Mian hanya mengoleksi 56,18% suara. 

Rohidin adalah calon gubernur petahana. Beberapa hari sebelum pemungutan suara, ia terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rohidin diduga menyelewengkan anggaran pemprov untuk kepentingan pemenangannya di pilkada.

Pada Pilgub Lampung, penantang Rahmat Mirzani Djausal-Jihan Nurlela (Rahmat-Djihan) sukses menekuk pasangan petahana Arinal Djunaidi-Sutono (Arinal-Sutono). Hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia menunjukkan Arinal-Sutono hanya mampu mengumpulkan 17,46%. Rahmat-Jihan unggul telak dengan raihan 82,54% suara.

Rahmat-Jihan diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri  dari Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (KS), Partai Amanat Nasional (PAN), Golkar, Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Buruh. Arinal-Sutono hanya diusung PDI-Perjuangan. Arinal pernah menjadi sorotan publik karena jalan rusak di Lampung.

Fenomena serupa juga terpentas di Maluku, Kalimantan Timur, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Di Nusa Tenggara Timur, pada level kabupaten/kota, setidaknya ada 14 kandidat dari kalangan petahana gagal mempertahankan kursi kepala daerah. 

Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat merinci sejumlah faktor yang menyebabkan kalangan petahana gagal di pilkada. Pertama, kinerja petahana dinilai buruk selama pemimpin. Kedua, petahana gagal mempertahankan tingkat kesukaan publik terhadapnya. 

"Petahana dianggap baik seperti (eks Gubernur Kalimantan Timur) Isran Noor. Tetapi, (kinerja baik) juga belum tentu menyenangkan hati pemilih. Apalagi yang kinerjanya buruk," kata Cecep kepada Alinea.id, Jumat (29/11).

Di Pilgub Kalimantan Timur, pasangan Isran Noor-Hadi Mulyadi (Isran-Hadi) ditekuk pasangan Rudy Mas'ud-Seno Aji (Rudy-Seno). Hitungan resmi KPU Kaltim menunjukkan pasangan Rudy-Seno meraih 55,68% atau setara 915.852 suara. Isran-Hadi memperoleh 44,32% atau sebanyak 729.035 suara.

Faktor lainnya ialah popularitas calon penantang yang tinggi serta sokongan koalisi parpol. Di Kaltim, misalnya, Rudy-Seno didukung mayoritas parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Salah satunya ialah Golkar, parpol penguasa DPRD Kaltim periode ini. 

"Calon yang simetris dengan calon KIM memang punya popularitas dan sumber daya politik yang sangat besar. Logistik kampanye lebih besar. Kalau petahana kerja buruk akan sangat mudah diserang oleh penantang," kata Cecep. 

Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy merinci faktor-faktor yang bikin para petahana tumbang di pilkada serentak kali ini. Pertama, kinerja yang tidak memuaskan. Kedua, kejenuhan publik terhadap petahana. Ketiga, kalah adu strategi dengan lawan politik.

"Keempat, sentimen publik dan faktor emosional. Isu-isu lokal atau nasional, seperti kenaikan harga, kasus korupsi, atau kebijakan tidak populer, dapat menciptakan sentimen negatif terhadap petahana. Dalam beberapa kasus, sentimen ini lebih berpengaruh dibandingkan fakta kinerja," kata Memed, sapaan akrab Chumaedy, kepada Alinea.id. 

Kelima, masifnya kampanye negatif terhadap sang petahana di media massa dan media sosial. Keenam, mobilisasi pemilih yang masif oleh calon penantang. 

"Terakhir, preferensi generasi muda (gen Z dan milenial). Generasi muda yang lebih kritis sering menginginkan pemimpin baru yang lebih progresif dan inovatif sehingga cenderung mendukung kandidat non-petahana," kata Memed. 

Faktor lainnya ialah kendaraan politik. Para penantang baru cenderung lebih mudah memenangi pilkada lantaran diusung KIM dan direstui Prabowo. Dalam konteks pilkada, kandidat yang didukung KIM dan oligarki lokal bakal punya memiliki akses yang lebih besar terhadap sumber daya, jaringan, dan mobilisasi massa. 

"Prabowo sebagai presiden harus memiliki wilayah kekuasaan yang efektif. Prabowo tidak ingin dikatakan raja tanpa mahkota. Karena itulah endorsement Prabowo pada pilkada hari ini turut mempengaruhi kemenangan kandidat dari KIM Plus," kata Memed. 

Sekjen Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI), Darmawan Purba berpendapat pandemi Covid-19 turut menjadi salah satu penyebab tumbangnya para kandidat petahana di Pilkada Serentak 2024. Pada era pandemi, kinerja kepala daerah tidak optimal. 

"Pada masa Covid-19, sebagian besar agenda pembangunan tidak berjalan sehingga capaian kinerja petahana juga sangat terbatas," kata Darmawan kepada Alinea.id, Jumat (29/11).

Sokongan KIM dan Prabowo terhadap para calon kepala daerah anyar juga turut bepengaruh. Kandidat dari KIM, kata Darmawan, punya jejaring relawan yang lebih besar dan bisa rutin menggelar kampanye berskala besar. 

"Jejaring vote getter yang luas dan intensitas kegiatan kampanye akbar yang di-support oleh tokoh-tokoh nasional hingga artis-artis nasional. Akses dan kepemilikan modal ekonomi yang besar itu menjadi penentu kemenangan," kata Darmawan. 


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan