close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi Presiden Prabowo Subianto di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan, Desember 2024. /Foto Instagram @jokowi
icon caption
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi Presiden Prabowo Subianto di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan, Desember 2024. /Foto Instagram @jokowi
Politik
Kamis, 20 Februari 2025 12:00

Parpol baru Jokowi: Terbuka atau untuk keluarga?

Jokowi mengungkap kemungkinan membentuk parpol baru sebagai kendaraan politiknya.
swipe

Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mewacanakan membentuk partai politik baru sebagai kendaraan politiknya setelah tak berkuasa. Di bayangan Jokowi, parpol itu akan berkonsep layaknya perusahaan terbuka. Ia menyebut partai itu sebagai partai super Tbk. 

 "Masih dihitung, masih dikalkulasi. Belum tentu juga direalisasikan," kata Jokowi dalam wawancara dengan Najwa Shihad di yang tayang di YouTube Najwa Shihab, belum lama ini.

Jokowi menuturkan partai politik yang ingin ia bentuk nantinya bisa dimiliki oleh seluruh anggotanya. "Masih dalam pematangan," imbuh eks kader PDI-Perjuangan itu. 

Jokowi dipecat dari PDI-P tak lama setelah Pilpres 2024 usai. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu sempat dirumorkan bakal berlabuh di sejumlah parpol, semisal Golkar, Gerindra, dan Partai Solidarita Indonesia (PSI). Namun, hingga kini Jokowi belum berparpol. 

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai pembentukan parpol terbuka yang diwacanakan Jokowi bukan isapan jempol. Menurut dia, Jokowi memiliki modal politik untuk mendirikan parpol baru. Pengaruh Jokowi terutama cukup kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

"Pilkada Jateng lalu membuktikan kedigdayaan Jokowi yang menghantarkan (eks Kapolda Jateng) Ahmad Lutfi menang. Di Jateng, tampaknya personal power Jokowi melebihi Megawati. Ini modal politik untuk membuat parpol dengan basis konstituen yang signifikan," kata Zaki kepada Alinea.id, Rabu (19/2).

Jokowi, menurut Zaki, juga tak akan kesulitan mengumpulkan modal finansial untuk mengongkosi parpol anyar itu. Selama berkuasa sepuluh tahun, Jokowi disebut Zaki sudah membangun jaringan dan kedekatan dengan pengusaha-pengusaha besar. 

"Estimasi dana yang diperlukan diperkirakan Rp3-4 triliun. Itu pintu masuk bagi oligarki yang juga membutuhkan kendaraan politik. Jokowi sudah banyak membina oligarki selama sepuluh tahun berkuasa. Mereka bisa diandalkan sebagai topangan pendanaan," kata Zaki. 

Selain ketokohan Jokowi, Zaki berpendapat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga bisa jadi magnet politik untuk parpol anyar itu. Seperti Jokowi, putra sulung Jokowi itu juga tak berparpol setelah dipecat dari PDI-P.

"Jika parpol baru jadi dibentuk, yang penting juga adalah adanya restu (Presiden) Prabowo (Subianto). Tentu Prabowo berkepentingan bahwa jika parpol baru Jokowi lahir, tidak akan menjadi ancaman, tetapi menjadi supporting bagi koalisi permanen sampai 2029," kata Zaki. 

Zaki menerka partai politik bentukan Jokowi akan menyasar segmen pemilih yang beririsan dengan konstituen PDI-P. Ideologinya nasionalis dengan basis dukungan pemilih Jawa. 

"Basis konstituennya pendukung Jokowi sama-sama wong cilik dan Jawa yang selama ini menjadi basis pemilih PDI-P. Di Pilkada Jateng lalu, sangat jelas adu pengaruh Jokowi dengan Mega. Pertandingan politik itu dimenangkan Jokowi," kata Zaki. 

Namun demikian, Zaki ragu partai bentukan Jokowi akan menjadi partai yang terbuka. Ia meyakini Jokowi juga akan membangun dinasti politik di parpol itu. "Keluarga yang akan mendominasi.  Parpol baru diperlukan sebagai kendaraan politik putra mahkota, Gibran," kata Zaki. 

Analis politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Budiman menilai Jokowi memiliki seperangkat modal politik untuk membentuk partai politik. Jaringan pendukung Jokowi seperti Projo dan kelompok relawan lainnya bisa bersalin menjadi struktur partai di daerah.

"Selain itu, secara figur juga kuat dan punya magnet figur. 
Partai di Indonesia mayoritas perekatnya pada figur, bukan pada ideologi, kecuali PKS. Dari sisi figur, Jokowi cukup punya modal untuk membentuk partai," kata Budiman kepada Alinea.id, Rabu (19/2).

Menurut Budiman, partai berbasis tokoh atau figur bisa lebih solid menyatukan kader meskipun lemah dalam regenerasi. Dalam partai semacam itu, sirkulasi elite partai cenderung berkutat pada keluarga. Ia mencontohkan estafet kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Partai Demokrat. 

"Selain itu, kelebihan dari figur partai yang kuat bisa membuat politikus pragmatis di partai lain bisa berpindah karena melihat tokoh partai yang dianggap lebih bisa membuka karier politik yang lebih pasti," kata Budiman. 

Jika terbentuk, Budiman sepakat partai besutan Jokowi potensial menggerus suara PDI-P. Konstituen Jokowi masih beririsan dengan basis pemilih PDI-P. "Secara karakter dan belum lagi masih dari satu rahim dengan PDI-P. Tentu akan menggerus segmen pemilih PDI-P," imbuh dia. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan