Masyarakat harus terus mengawal Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang tengah digodok DPR RI. Sebab, perumusan RUU Pemilu dinilai sering kali bertentangan dengan keinginan rakyat.
"Harus dikawal. Karena kepentingan partai seringkali berbeda dengan keinginan rakyat," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, dihubungi Alinea, Jumat (29/1).
Adi berharap polemik RUU pemilu tak melulu soal ambang batas parlemen atau presidential threshold (PT), tapi harus lebih substansial lagi. Gaduh ambang batas parlemen dinilai wajar karena ada parpol yang merasa diamputasi kepentingannya, ada pula individu tertentu yang merasa dihambat untuk nyapres.
"Yang jadi polemik mestinya yang lebih substansial untuk perbaikan kualitas demorkasi. Misalnya mengamputasi mahar politik, politik uang, dan tingkat partisipasi," bebernya.
Dalam draf revisi UU memang telah mengatur pemberian sanksi bagi parpol yang terbukti melalukan pratik money politik, sebagaimana tertera pada Pasal 205 Ayat (5) tentang sanksi pemberlakuan sanksi denda 10 kali lipat dari nilai imbalan yang diterima parpol dalam pencalonan presiden. Namun, lanjut Adi, nyatanya masih terjadi.
"Pada level implementasi enggak jelas. Mahar malah jadi kewajiban. Money politik apalagi," katanya.
Soal polemik ambang batas parlemen 5%, Adi menilai angka tersebut kompromistis alias angka titik temu kepentingan parpol besar, menengah, dan kecil. Meski demikian ia tak setuju calon presiden dan kepala daerah harus kader parpol.
"Tak setuju calon kepala daerah harus dari parpol, mesti tetap akomodir calon perseorangan," ujarnya.
Untuk diketahui, pemerintah dan DPR RI berencana akan menaikkan ambang batas suara parlemen menjadi 5% dari sebelumnya 4%. Rencana itu diatur dalam RUU Pemilu yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2021. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 217 draf RUU Pemilu.
"Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR," bunyi Pasal 217 draf RUU Pemilu.
Parlementary treshold merupakan batas minimal suatu partai politik untuk diikutkan dalam penentuan kursi dan menempatkan wakilnya di parlemen.