Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyuarakan hak angket kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dalam paripurna DPR, Selasa (5/3). Namun, interupsi tersebut tidak digubris pimpinan rapat.
Wakil Ketua DPR yang juga pimpinan rapat, Sufmi Dasco Ahmad, berdalih, tidak menanggapi usulan angket dalam paripurna lantaran tidak sesuai aturan. Katanya, ada mekanisme untuk mengajukan angket.
"Di paripurna itu, kan, kita menampung aspirasi dari anggota yang interupsi dan kita lihat, misalnya, [ada usulan] hak angket," ucapnya. "Kenapa kemudian [rapat] kita lanjutkan dengan [pembahasan] yang lain? Karena [pengajuan] hak angket, kan, ada mekanismenya."
Di sisi lain, Partai NasDem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak turut menyuarakan angket dalam paripurna. Padahal, keduanya merupakan pengusung pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden yang berpotensi kalah, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Anggota Fraksi NasDem, Taufik Basari, mengklaim, partainya mendukung angket digulirkan sekalipun tidak menyuarakan dalam paripurna. Kilahnya, sudah disampaikan secara resmi oleh pimpinan NasDem.
Sementara itu, anggota Fraksi PPP, Ahmad Baidowi, menyampaikan, partainya diam lantaran pengusulan angket kecurangan pemilu masih sebatas wacana. Alasan lainnya, partainya masih mengawal rekapitulasi suara dan belum dibahas di internal.
"Minggu depan baru kumpul rapat untuk bahas [pengusulan angket kecurangan pemilu] ini," jelasnya.
Peluang angket berjalan
Terpisah, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai, tidak solidnya partai politik (parpol) pengusung Amin dan Ganjar-Mahfud menjadi sinyalemen pengajuan angket akan tumbang di tengah jalan alias rungkad.
Menurutnya, PPP belum bersikap lantaran masih berjuang guna memastikan tembus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4%. Adapun NasDem masih menunggu langkah PDIP karena dinilai belum kompak, ditandai dengan tidak adanya Puan Maharani dalam rapat paripurna.
"Ketidakhadiran Puan Maharani di rapat paripurna menimbulkan persepsi bahwa PDIP belum satu suara soal hak angket," katanya kepada Alinea.id, Rabu (6/3).
Situasi ini, menurut Arifki, terjadi karena setiap parpol tengah mengalkulasi untung rugi jika angket berjalan. Karenanya, para ketua umum partai pengusung Amin dan Ganajr-Mahfud terkesan masih menjaga jarak.
"Masih terpolarisasi dengan situasi pilpres (pemilihan presiden) dan dukungan terhadap capres dan cawapres masing-masing," ulasnya.
Ia melanjutkan, salah satu variabel yang dihitung adalah peluang bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kelak. Jika itu terjadi, tentu kekuatan kubu Prabowo bakal menguat di parlemen nantinya.
Arifki mengingatkan, adanya negosiasi tersebut sangat mungkin terjadi lantaran tidak semua parpol pengusung Amin dan Ganjar-Mahfud terbiasa berada di luar istana. Katanya, hanya PDIP dan PKS yang memiliki mental menjadi oposisi.
Kendati begitu, PKS dinilai berpeluang bergabung dengan pemerintahan Prabowo. "Partai-partai ini baru selesai 'perang' di pemilu. Memutuskan untuk oposisi dari awal tentu menjadi keputusan yang berat," ucapnya.