close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua KPU Arief Budiman (kanan) menyerahkan berkas verifikasi faktual partai kepada Ketua Umum DPP Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana (kiri) di DPP Partai Garuda, Jakarta, Senin (1/1)./ Antarafoto
icon caption
Ketua KPU Arief Budiman (kanan) menyerahkan berkas verifikasi faktual partai kepada Ketua Umum DPP Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana (kiri) di DPP Partai Garuda, Jakarta, Senin (1/1)./ Antarafoto
Politik
Rabu, 14 Maret 2018 17:47

Partai Garuda gugat UU Pemilu di MK

Pemberlakuan aturan tentang ambang batas presiden dirasa memberatkan sejumlah partai. Inilah yang mendorong Partai Garuda menggugat UU itu.
swipe

Partai Garuda melalui Ahmad Ridha Sabana dan Abdullah Mansuri selaku Ketua Umum dan Sekjen DPP partai, mengajukan permohonan uji materi UU Pemilu, terkait ambang batas parlemen di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bahwa pengaturan dalam ketentuan a quo berpotensi merugikan hak pemohon untuk mendapatkan kursi di tingkatan DPR RI, meskipun di masing-masing dapil perolehan suara pemohon memenuhi persyaratan," ujar kuasa hukum pemohon M. Maulana Bungaran, di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu, dilansir Antara.

Ketentuan a quo menyebutkan ambang batas minimum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR RI, paling sedikit berjumlah 4%. Para pemohon menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (2), dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.

Pemohon menilai pasal a quo menimbulkan diskriminasi atau perbedaan perlakuan antara kewajiban yang telah dilaksanakan pemohon di dapil tertentu untuk memperoleh suara yang cukup, dengan pemenuhan hak pemohon untuk mendapatkan kursi DPR RI tersebut.

"Hak untuk berkontestasi itu akan hilang jika perolehan suara Pemohon secara nasional tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana diatur dalam pasal a quo," jelas Bungaran.

Pemohon juga berpendapat bahwa argumentasi ketentuan a quo diberlakukan sebagai instrumen untuk menyederhanakan jumlah partai politik di DPR tidaklah tepat.

Menurut pemohon konsep penyederhanaan partai politik tidak dapat dilakukan dengan membabi buta melainkan harus dilaksanakan dalam bingkai keadilan.

"Jangan sampai konsep penyederhanaan partai politik menimbulkan kondisi yang tidak adil bagi siapa pun juga," kata Bungaran.

Oleh sebab itu, para pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan bahwa ketentuan a quo bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (2), dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan