Uji materi Presidential Threshold (PT) kembali diajukan dua belas orang yang berasal dari beragam profesi, Kamis (21/6) di Mahkamah Konstitusi. Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang memicu kontroversi tersebut menyatakan, pasangan calon pemilu 2019 diusulkan oleh partai atau gabungan partai peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi, paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, mengatakan dirinya menyambut baik permohonan uji materi PT tersebut. “Kita sangat mendukung presidential Treshold karena 0% jauh lebih baik, 0% membuat rakyat Indonesia bisa merasakan siapa orang terbaik dapat muncul tanpa harus terikat dengan kesepakatan politik,” kata Mardani saat ditemui di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (22/6).
Senada dengan Mardani, politisi Partai Gerindra Habiburokhman, menuturkan ia akan mendukung dua belas orang tersebut secara moral. “Jika sekarang ada kawan-kawan yang menggugat, kami akan support secara moral,” ucapnya.
“Saya pikir Presidential Threshold yang sekarang ini sangat tidak ideal. Kami sendiri pernah mengajukan uji materi, tapi akhirnya ditolak,” jelas Habiburokhman.
Direktur riset Roda Tiga Konsultan Rikola Fedri, mengatakan jika PT dikabulkan MK, semua partai pasti akan mencalonkan presiden sendiri. “Karena mereka selain berkampanye untuk calon presiden, juga berkampanye untuk partai sendiri,” ucapnya.
Fedri memandang tidak rasional bagi partai politik untuk mendukung calon lain apabila nanti PT jadi dihapuskan. “Lebih baik mereka mencalonkan presiden sendiri,” kata Fedri.
Peluang poros ketiga
Uji materi PT memberikan harapan bagi partai-partai kecil untuk mengajukan calon presiden mereka sendiri. Fedri melihat peluang munculnya poros ketiga jika saja PT jadi dihapuskan. “Kalau misalnya nanti PTnya disetujui, tentu semua partai akan mencalonkan calon sendiri,” kata Fedri.
Mardani Ali Sera mengungkapkan, dengan aturan 0% tersebut, semua akan sangat berbeda. Partainya, PKS bisa saja mencalonkan kadernya sebagai presiden. “Dengan aturan 0% itu, mohon maaf, kami yakin Pak Jokowi tidak akan punya pendukung,” canda penggagas tagar 2019 ganti presiden tersebut.
“Kalau kami kan sudah jelas, kami ada calon Pak Prabowo ya. Kalau Presidential Threshold dihilangkan kami akan semakin tak ada masalah,” tegas Habiburokhman.
Sementara itu Fedri manganalisis poros ketiga akan tetap muncul meskipun ambang batas pencalonan presiden tetap di 20%. “Kalau misalnya tetap 20% dan Prabowo tetap ngotot maju, partai-partai seperti misalnya Demokrat, PKB, dan PAN, itu nanti kemungkinan membentuk poros ketiga,” jelasnya.
Peluang munculnya poros ketiga menurut Fedri memungkinkan, walaupun elektabilitas calon presiden dari poros ketiga akan sangat kecil dari Jokowi dan Prabowo. Berdasarkan data survei yang dirilis Roda Tiga Konsultan pada Mei lalu, elektabilitas Jokowi masih mengungguli Prabowo.
Walaupun unggul, elektabilitas Jokowi masih berada di bawah 50%. “Untuk ukuran calon incumbent, itu belum aman,” kata Fedri. Elektabilitas Prabowo sendiri masih stagnan di kisaran 20-30% Mei lalu.
Nama-nama seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, menurut Fedri memungkinkan terbentuknya poros ketiga. Namun, tetap saja elektabilitas mereka masih kecil.
Fedri memandang kemunculan poros ketiga bisa memecah kebuntuan dan polarisasi yang terjadi di masyarakat sejak pilpres 2014 lalu. “Polarisasi yang ada di masyarakat pasti akan berubah jika muncul poros ketiga, karena sekarang kan terpecah antara Jokowi dan Prabowo,” pungkasnya.