Patung Bung Karno dan kuasa PDI-P di ruang publik
Dunadi kali pertama berjumpa dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di kompleks Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Februari 2020. Hari itu, sedang ada acara peresmian patung Presiden ke-1 Republik Indonesia Sukarno atau yang juga disapa Bung Karno.
Terbuat dari perunggu, patung setengah badan itu dibikin oleh Dunadi. Pemesannya ialah Gubernur Akmil Magelang ketika itu, Mayjen Dudung Abdurachman. Putri sulung Bung Karno, Megawati Soekarnoputri hadir langsung untuk meresmikan patung tersebut.
"Itu (peresmian) dihadiri Pak Menhan, Kasad (Kepala Staf TNI Angkatan Darat Andika Perkasa), Bu Puan (Maharani), Pak Hendropriyono. Yang meresmikan Bu Mega," tutur Dunadi saat dihubungi Alinea.id, Jumat (18/6).
Di sela-sela peresmian itu, menurut Dunadi, Prabowo mengungkapkan keinginannya untuk membuat patung Bung Karno di lingkungan Kemenhan. Ketum Gerindra itu ingin sosok sang proklamator diabadikan sedang berada di atas kuda.
"Bilang begitu Pak Prabowo. Izin Bu Megawati. Beliau izin ke Bu Megawati," ungkap pematung asal Bantul, Yogyakarta, yang kini genap berusia 61 tahun itu.
Prabowo tak sekadar gombal di depan Mega. Sekira lima bulan berselang, tepatnya pada 3 Juli 2020, Dunadi kembali dipanggil Dudung untuk membahas proyek patung Bung Karno di Akmil Magelang. Di lokasi pertemuan, sudah ada Prabowo.
Di hadapan mantan Komandan Jenderal Kopassus itu, Dunadi memaparkan rencana pembuatan patung Bung Karno berkuda yang sudah ia susun. "Wah, ini bagus nih. Coba dilaksanakan," kata Dunadi menirukan ucapan Prabowo.
Proyek itu digarap Dunadi bersama tim pematung di Yogyakarta selama sekitar delapan bulan. Setelah rupa patung rampung, Dunadi menghabiskan beberapa bulan untuk memasang dan menyempurnakan penampilan patung itu di Kemenhan. Awal Juni lalu, patung Bung Karno setinggi 6,5 meter itu diresmikan Megawati bersama Prabowo.
Selagi menggarap patung pesanan Prabowo, Dunadi sebenarnya juga mendapat pesanan untuk bikin patung Bung Karno lainnya untuk mengganti patung lama di Gedung Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). "Itu diminta Bu Mega lewat Pak Hasto (Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto)," kata Dunadi.
Berbeda dengan patung di Kemenhan, Bung Karno diabadikan dalam pose sedang membaca buku pada patung di Lemhanas. Sama-sama rampung digarap selama delapan bulan, patung Bung Karno membaca diresmikan lebih awal, yakni pada 20 Mei 2021. Megawati pulalah yang hadir untuk meresmikan patung setinggi empat meter tersebut.
Patung di Lemhanas identik dengan patung yang dibikin Dunadi di Gelanggang Olahraga Manahan, Solo, Jawa Tengah. Patung itu dipesan oleh Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo yang notabene adalah politikus PDI-P.
"Saya enggak tahu. Itu kemudian beliau (FX Rudy) laporan Bu Mega atau bagaimana. Kemudian, Bu Mega kok tertarik. Ya sudah, yang di Lemhanas diganti," ungkap Dunadi.
Selain dari Mega dan FX Rudy, Dunadi juga pernah menggarap patung Bung Karno setinggi enam meter yang dipesan politikus PDI-P Agustin Teras Narang. Pada 2015, patung itu diresmikan di Palangka Raya. Ketika itu, Teras Narang berstatus sebagai Gubernur Kalimantan Tengah.
Selama beberapa tahun terakhir, PDI-P memang rajin menghadirkan Bung Karno di ruang publik. Selain yang berada di taman-taman, monumen, dan lembaga negara, patung-patung Bung Karno juga menghiasi kantor-kantor DPD dan DPC PDI-P di daerah, semisal di Yogyakarta, Blitar, dan Bali.
Pada Oktober 2020, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan patung-patung Bung Karno juga direncanakan bakal didirikan di Sekolah Partai DPD PDI-P Jatim di Batu, Kantor DPD Sulawesi Tengah, serta sejumlah kantor DPC di Sumatera dan Sulawesi.
"Semua (patung Bung Karno) diatasnamakan DPP PDI Perjuangan dan aset partai bersifat tetap. Tidak bisa diperjual-belikan," ujar Hasto dalam keterangan tertulis kepada media.
Pro-kontra patung Bung Karno
Selain oleh kepala daerah dan politikus PDI-P, patung Bung Karno juga turut diprakarsai sejumlah BUMN. Pertamina, misalnya, tercatat ikut mendanai pembangunan patung Bung Karno di Aljazair. Patung itu diresmikan putri Megawati, Puan Maharani pada Juli 2020.
Adapun PT Kereta Api Indonesia (KAI) tercatat telah meresmikan patung Bung Karno di Stasiun Blitar pada Desember 2019. Patung Bung Karno lainnya yang didanai PT KAI kini telah berdiri di depan Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah. Patung setinggi 17 meter itu tinggal menunggu diresmikan.
Di Bandung, patung Bung Karno juga tengah digarap oleh seniman asal Bali, I Nyoman Nuarta. Tak tanggung-tanggung, patung Bung Karno itu diproyeksikan bakal setinggi 100 meter. Jika tidak ada aral melintang, itu bakal jadi patung paling Bung Karno paling megah di seluruh Indonesia.
Kepada Alinea.id, politikus PDI-Perjuangan Andreas Hugo Pareira menilai wajar jika patung-patung Bung Karno mulai dibangun di berbagai lokasi. Menurut Andreas, nama besar Bung Karno dan pemikiran-pemikirannya sengaja ditenggelamkan selama era Orde Baru.
"Sekarang waktunya, ya, masyarakat, publik, atau kelompok masyarakat memberikan apresiasi dan saya kira (pembangunan patung) itu sangat layak untuk dilakukan. Sangat pantas. Justru selama ini tidak pantas kalau kita melupakan (jasa Bung Karno),” terang Andreas saat dihubungi, Sabtu (19/6).
Tak hanya perlu dilestarikan, menurut Andreas, gagasan-gagasan dan ketokohan Sukarno mesti disebarluaskan. Pada era digital, Andreas, terutama menekankan perlunya membumikan Pancasila di kalangan generasi muda.
Lebih jauh, Andreas mengatakan sistem demokrasi terpimpin yang dibangun Sukarno bisa dijadikan panduan untuk mengelola negara di tengah globalisasi. Sebagai rujukan, ia mencontohkan China yang maju karena mengaplikasikan pola-pola demokrasi terpimpin.
“Sekian lama kan kita kan seolah-olah menenggelamkan itu bahwa keterpimpinan hanya sebatas pada diri Sukarno. Bukan kan? Kalau kita tidak mau belajar, ya, kita terjebak dalam jargon politik, propaganda politik yang kemudian menenggelamkan orang dan idenya," imbuh dia.
Pendapat berbeda diutarakan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf. Menurut Bukhori, penghormatan terhadap jasa Bung Karno tidak perlu dilakukan dengan pembangunan patung secara masif. Apalagi, patung-patung itu diprakarsai dan didanai pemerintah.
“Cek aja sampai hari ini. Saya yakin 90% masyarakat Indonesia itu pasti tahu yang namanya Bung Karno," kata Bukhori saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (19/6).
Secara khusus, Bukhori menyoroti patung-patung yang dibangun dan diresmikan saat pandemi Covid-19 belum usai. Menurut dia, pembangunan patung yang menelan biaya hingga miliaran rupiah itu malah menunjukkan rendahnya empati pemerintah terhadap penderitaan rakyat.
“Patung kan enggak bisa selesaikan ekonomi, enggak bisa selesaikan masalah kemiskinan, enggak bisa selesaikan masalah kesehatan. Itu kan supaya tidak ada yang ragu (terhadap jasa Bung Karno). Jadi, kita bukan tidak setuju. Akan tetapi, pilihan waktu saya kira menjadi penting," kata dia.
Pembangunan patung-patung Sukarno tak selalu berjalan mulus. Di Blitar, misalnya, patung Bung Karno yang diresmikan pada 2018 diprotes lantaran dianggap sama sekali tidak mirip dengan sosok aslinya. Padahal, patung perunggu itu menelan biaya hingga Rp1,9 miliar.
Di Tabanan, Bali, patung Bung Karno yang dibikin I Nyoman Nuarta dan diresmikan pada 2014 diprotes warga lantaran menggantikan patung dewa Wisnu Murti. Selain menggeser posisi sosok yang dianggap suci dalam agama Hindu, patung itu ditolak warga karena ditempatkan di Simpang Empat Kediri, area yang dianggap sakral.
Patung itu menggambarkan Bung Karno dalam posisi duduk memegang tongkat komando. Pemesannya adalah Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti. Ia juga politikus PDI-P.
Kuasa atas ruang publik
Pakar bahasa dan semiotika Institut Teknologi Bandung (ITB) Acep Iwan Saidi mengatakan sulit menafikan aroma kepentingan penguasa dalam pembuatan patung-patung di area publik. Ia mencontohkan pembangunan patung Jan Pieterszoon Coen di kawasan Kota Tua, Batavia, pada era kolonial.
Patung itu, kata Acep, berfungsi untuk menunjukkan kemasyhuran Batavia saat berada di bawah kendali Coen. Pada era pendudukan Jepang, patung Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) itu dilengserkan.
"Jepang ingin masyarakat itu lupa kebesaran Belanda. Pada saat yang sama, juga agar ingat Jepang itu bukan perusak. Jadi, patung itu diturunkan pelan-pelan, ya. Jadi, memang politik. Jadi, memang soal kekuasaan,” tutur Acep kepada Alinea.id, Minggu (20/6).
Dalam kajian ilmu semiotika, patung termasuk dalam golongan icon, penanda yang merepresentasikan objek atau subjek yang ditiru. Secara sederhana, keberadaan patung atau monumen di ruang publik dimaksudkan untuk menjadi medium pengingat terhadap seorang tokoh atau peristiwa.
“Dengan begitu, maka patung itu sifatnya mengintervensi ruang publik. Jadi, (medium patung) itu proses untuk mengukuhkan terus menerus simbol Bung Karno, entah itu heroisme atau gagasan Bung Karno. Dan, narasi di baliknya adalah narasi kekuasaan,” terang Acep.
Meskipun berstatus sebagai putri Bung Karno, menurut Acep, tidak tepat jika Megawati menggagas, mendanai, dan meresmikan patung Bung Karno di institusi milik negara. Embel-embel Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai justifikasi juga dinilai keliru.
"Kalau mau mengajar Pancasila kan seharusnya lebih pada wilayah-wilayah substansialnya. Ini mengapa menjadi problem. Karena Pak Karno ayahnya Bu Mega. Kenapa, misalnya, Bung Hatta tidak (dibuat patung)? Kan Bung Hatta juga punya andil yang besar, termasuk juga dalam Pancasila. Nah, problemnya di situ,” terang Acep.
Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Sarkawi B. Husain menilai keberadaan patung Bung Karno di ruang publik dan lembaga negara merupakan siasat Megawati untuk melawan desukarnoisasi. Itu istilah untuk meringkus upaya-upaya pemerintahan Orde Baru mengerdilkan jasa dan peran Sukarno di masa lalu.
“Supaya tidak terjadi lagi desukarnoisasi. Nah, pendirian patung oleh Mega yang diresmikan kemarin itu adalah upaya agar kita tetap menjaga ingatan dan pengetahuan bagaimana Sukarno itu memiliki jasa besar kepada republik ini,” tutur Sarkawi kepada Alinea.id, Senin (21/6).
Pembangunan patung-patung Bung Karno, kata Sarkawi, juga punya makna strategis bagi partai politik yang sedang berkuasa. Meskipun kedoknya untuk merawat ingatan terhadap jasa Bung Karno, patung itu juga merepresentasikan struktur kekuasaan.
“Coba lihat sekarang siapa yang berkuasa? PDI-Perjuangan kan. Jadi, sangat mudah dibaca, sangat relevan untuk itu. Jadi, patung simbol itu merepresentasikan atau merefleksikan siapa sebenarnya menguasai space (ruang) ini,” terang Sarkawi.