close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo (kiri), Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (tengah), dan bacapres PDI-P Ganjar Pranowo (kanan) dalam Rakernas PDI-P ke VI di JCC, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (29/9). /Foto Instagram @ganjar_pranowo
icon caption
Presiden Joko Widodo (kiri), Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (tengah), dan bacapres PDI-P Ganjar Pranowo (kanan) dalam Rakernas PDI-P ke VI di JCC, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (29/9). /Foto Instagram @ganjar_pranowo
Politik - Partai
Senin, 09 Desember 2024 16:00

PDI-P pecat Jokowi: Transparansi atau politik emosional?

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, Jokowi, Gibran, dan Bobby bukan lagi kader partai itu.
swipe

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menekankan, Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, sudah tak lagi menjadi bagian dari partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Bukan cuma Jokowi, Hasto mengatakan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan mantan Wali Kota Medan Bobby Nasution tak lagi menjadi kader partai berlambang banteng moncong putih.

Dia menjelaskan, Jokowi dan keluarga sudah tak sejalan dengan cita-cita partai yang diperjuangkan sejak zaman Presiden ke-1 Indonesia Sukarno berada di Partai Nasional Indonesia (PNI).

“PDI Perjuangan digerakkan oleh suatu cita-cita dan itu dibuktikan dengan pengiriman surat dari DPC Kota Surakarta, tempat kartu tanda anggota (KTA) Mas Gibran berasal, yang memberitahukan bahwa berdasarkan undang-undang partai politik dan AD/ART partai, keanggotaannya secara secara otomatis berhenti,” kata Hasto dalam konferensi pers di Sekolah Partai PDI-P, Jakarta, Rabu (4/12), seperti dikutip dari Antara.

Jokowi dan keluarganya termasuk 27 kader yang akan diumumkan bakal dikeluarkan dari partai politik itu. Hal itu bakal diumumkan pada 17 Desember nanti. Menurut Hasto, dilansir dari Tempo.co, salah satu alasan keputusan itu terkait pilkada. Sejumlah kader PDI-P ditengarai berdiri di dua kaki atau mengkampanyekan pasangan lain, bukan calon dari partai sendiri.

Menurut pengamat politik Emrus Sihombing, pernyataan Hasto adalah bentuk transparansi politik yang baik. Dia mengatakan, langkah PDI-P yang secara terbuka menyampaikan tentang status Jokowi dan keluarganya merupakan tindakan yang tepat untuk memastikan kejelasan di mata publik.

“Sangat wajar PDI-P menjelaskan bahwa Jokowi dan keluarganya sudah berbeda garis politik. Publik harus tahu mereka bukan lagi bagian dari partai,” ujar Emrus kepada Alinea.id, Jumat (6/12).

Dia menambahkan, pengulangan pernyataan seperti ini penting dalam komunikasi politik. Tujuannya, untuk membangun kesadaran politik. Namun, Emrus menilai, keputusan PDI-P tidak akan terlalu mengubah peta politik. Karena struktur politik sudah terbentuk usai Pilpres 2024.

“Ini hanya penegasan atas perbedaan ideologi dan langkah politik antara Jokowi dan PDI-P,” tutur Emrus.

Emrus memperkirakan, Jokowi mungkin akan membangun partai politik baru atau bergabung dengan partai politik lain. Beberapa spekulasi menyebutkan Partai Golkar atau Partai Gerindra sebagai rumah politik baru bagi Jokowi.

“Jika Jokowi mendirikan partai baru, ini akan menjadi ujian sejauh mana dukungan publik terhadapnya setelah tidak lagi bersama PDI-P,” kata Emrus.

Terlepas dari itu, langkah PDI-P menjadi babak baru dalam hubungan partai politik yang mengusung Jokowi hingga menjadi presiden.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul memandang, langkah PDI-P justru kontraproduktif. Menurutnya, dengan terus menyerang Jokowi secara terbuka, PDI-P hanya memperlihatkan luka politik yang belum sembuh.

“PDI-P seakan ingin menjadikan Jokowi sebagai musuh besar. Padahal, Jokowi telah berjasa besar bagi partai ini,” ujar Adib, Minggu (8/12).

Dia menyebut, militansi pendukung Jokowi bisa berpindah ke partai politik lain yang lebih terbuka, seperti Partai Gerindra atau Partai Golkar. Adib juga menyoroti bagaimana PDI-P terlihat lebih fokus menyerang Jokowi dibanding tokoh lain, seperti Prabowo Subianto.

“Padahal Jokowi bukan lagi presiden, tapi terus diserang,” ucap Adib.

“Ini memperlihatkan PDI-P lebih fokus pada politik emosional dibanding membangun platform ideologi kerakyatan.”

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan