close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8). /Antara Foto
icon caption
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8). /Antara Foto
Politik
Rabu, 04 September 2019 22:16

PDI-P: Tak ada sanksi bagi Jokowi jika lalai ikuti GBHN

Basarah menegaskan tidak ada upaya untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
swipe

Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan, rencana menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) via amendemen konstitusi tidak bakal melebar ke mana-mana. Menurut dia, tidak akan ada sanksi bagi Jokowi jika lalai mengikuti GBHN yang disusun MPR. 

"Jadi, ini hanya semacam blue print atau 'babon' yang diharapkan dapat dijalankan oleh Presiden terpilih secara berkesinambungan. Tentu tanpa menutup program mereka pada kampanyenya," ujar Basarah dalam sebuah diskusi di Hotel Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/9). 

Basarah juga menegaskan tidak ada upaya untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dalam wacana tersebut. "Jadi, jangan khawatir ini akan mengganggu sistem presidensil. Tidak ada itu MPR bisa kembali memilih Presiden. Itu juga kami semua tidak setuju," ujar dia.

Basarah mengatakan, ide menghidupkan kembali GBHN sudah disepakati MPR RI sejak masa jabatan periode 2009-2014. Kesepakatan tersebut berdasarkan Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 dan ditindaklanjuti oleh MPR RI masa jabatan periode 2014-2019. 

Bukan hanya itu, kesepakatan juga telah didapat dari setiap pimpinan fraksi-fraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR. "Hanya saja ketika telah dibentuk panitia ad hoc tertanggal 16 Agustus 2018, rencana ini terkendala dengan tahapan pemilu presiden dan wakil presiden," tutur dia. 

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil menilai, rencana menghidupkan kembali GBHN perlu dikaji lebih mendalam. "Karena apa pun ceritanya, amendemen terbatas itu pasti akan mengubah dasar-dasar ketatanegaraan kita," ujar dia.  

Oleh sebab itu, Nasir setuju jika rencana tersebut dibahas lebih lanjut oleh fraksi-fraksi di DPR sebelum disepakati. Namun demikian, konsensus terkait rencana itu harus turut mempertimbangkan aspirasi rakyat. 
 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan