close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah kader melintasi papan digital dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP di Jakarta, Minggu (12/1/2020)/Foto Antara/Pradana Putra.
icon caption
Sejumlah kader melintasi papan digital dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP di Jakarta, Minggu (12/1/2020)/Foto Antara/Pradana Putra.
Politik
Senin, 22 Februari 2021 16:07

Buka peluang revisi UU Pemilu, PDIP beber sejumlah alasan

Parlementary treshold hingga praktik money politic jadi alasan PDIP buka peluang revisi UU Pemilu.
swipe

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, memberkan sejumlah alasan terkait peluang perubahan sikap partainya atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu tersebut.

Pertama, perlu adanya standar mekanisme dalam pelaksanaan perekaman suara. Hal ini dilandasi atas evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 terkait mekanisme perekapan hingga penghitungan suara yang dilakukan secara singkat akibat banyaknya jenis pemilihan.

"Padahal sistem hitung suara elektoronik itu masih amat kali perlu dikembangkan. Sehingga ada kelelahan disitu. Maka dari itu, apakah pemilu 2024 itu lakukan pola yang sama seperti ini? Nah ini ada perlu evaluasi, perbaikan," kata Djarot, dalam rilis survei LSI bertajuk "Evaluasi Publik Terhadap Kondisi Nasional dan Peta Awal Pemilu 2024," ditayangkan di akun YouTube LSI, Senin (22/2).

Kedua, terkait ambang batas suara keterpilihan parlemen atau parlementary treshold. Menurutnya, ambang batas suara itu masih perlu disepakati kembali agar tidak dilakukan perubahan pada kepemiluan mendatang.

"Sehingga suatu ketika nanti dari pemilu ke pemilu itu tidak berubah-ubah. Sekarang ini kan setiap pemilu selalu berubah ya, partai yang ikut berubah terus mulai dari 48 (parpol), 36 partai dan seterusnya. Sehingga dalam konsolidasi demokrasi, untuk demokrasi yang sehat, tentunya perlu ada batasan," tuturnya.

Alasan ketiga terkait alokasi daerah pemilihan (dapil). Keempat, terkait sistem kepemiluan di mana sistem proposional terbuka dinilai Djarot masih banyak celah menggerus kualitas demokrasi. Salah satunya praktik politik uang atau money politic.

"Apakah kita tetap pertahankan sistem dengan proposional terbuka dengan suara terbanyak. Ini yang sebabkan banyak sekali calon yang berlomba lakukan praktik money politics. Biayanya sangat mahal, sehingga proses kader di partai sangat lambat," terang Djarot.

Untuk diketahui, sikap partai politik atas RUU Pemilu memang terbelah. Parpol koalisi pemerintah PAN, Golkar, PPP, Gerindra, PKB dan NasDem merasa pembahasan RUU Pemilu belum dapat dilakukan. Sebaliknya, PKS dan Demokrat, setuju UU Pemilu direvisi.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan