PDI Perjuangan (PDIP) telah mengumumkan bakal calon presiden yang bakal diusung untuk bertarung di Pilpres 2024. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo secara resmi diumumkan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri sebagai bakal capres partai banteng.
PDIP adalah satu-satunya partai politik yang bisa mengusung capres dan calon wakil presiden tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Menurut pengamat politik M Qodari, setelah ini pekerjaan rumah adalah mencari bakal calon wakil presiden.
"PDIP punya naluri berkoalisi dengan NU (Nahdlatul Ulama) atau Islam tradisional. Apakah ini nanti dalam bentuk parpol atau orang, ini PR berikutnya. Siapa orang itu?" tanya Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodari, Jumat (21/4).
Qodari menerangkan, partai politik yang berbasis NU ada dua, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saat ini, kata dia, PKB sudah berkoalisi dengan Partai Gerindra di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Sementara PPP masuk dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golkar.
Kedua koalisi ini, kata Qodari, ada kecenderungan untuk merapat membentuk koalisi besar. Sebagai gantinya, kata dia, bisa saja PDIP mencari sosok representasi NU. Ada sejumlah nama. Mulai Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa hingga Menkopolhukam Mahfud MD.
"Ini nama-nama yang potensial digandeng PDIP. Insting politik PDIP akan melirik Islam tradisional yang direpresentasikan oleh NU. Ini sesuai pandangan PDIP bahwa untuk mengelola negara ini tidak cukup kaum nasional, tapi juga Islam," kata dia.
Islam di Indonesia, urai Qodari, secara garis besar terbagi dua: tradisional (NU) dan modernis (Muhammadiyah). NU menjadi pilihan, kata Qodari, selain representasi ideologi juga pendukungnya amat besar.
"Kolam suara Islam tradisional itu besar. Jika NU (jadi pilihan), secara ideologi dapat, suara juga dapat. Islam tradisional itu 50% dari penganut Islam," jelas dia.