

Pekerjaan rumah Prabowo-Gibran di seratus hari

Kinerja Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) dalam seratus hari pemerintahannya "diganjar" rapor merah. Survei Center of Economic and Law Studies (Celios) yang dirilis beberapa hari lalu menemukan Prabowo-Gibran hanya mendapatkan angka 5 dari rentang angka 0-10.
Sejumlah menteri masuk dalam jajaran pejabat publik berkinerja terburuk, yakni Natalius Pigai (Menteri HAM), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan) dan Yandri Susanto (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal).
Selain menteri, panelis juga menilai kinerja Gibran sebagai Wapres. Dari 10, putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan angka 3. Sebagian besar responden menilai pencapaian program kerja pemerintah tergolong rendah dan kualitas komunikasi yang tidak memuaskan.
Berbeda dengan survei opini publik pada umumnya, Celios menggunakan para praktisi dan pakar sebagai responden. Dalam sigi berbasis expert judgement ini, sebanyak 95 jurnalis dari 44 lembaga pers kredibel dilibatkan.
Dalam siaran pers yang diunggah di situs resmi Celios, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat kinerja tim ekonomi Prabowo-Gibran juga tergolong buruk. Situasi yang tak memuaskan itu membuka jalan perombakan total di tim ekonomi.
"Indikator ekonomi seperti tren meningkatnya imbal hasil surat utang pemerintah dengan performa yang memburuk dibanding negara lain di kawasan, performa IHSG yang turun 5,82% dalam 3 bulan terakhir, PHK di sektor padat karya, dan pelemahan daya beli yang berlanjut jadi rapor merah tim ekonomi Prabowo," ujar Bhima.
Performa menteri-menteri di bidang hukum dan HAM dalam pemerintahan Prabowo-Gibran juga belum menunjukkan kinerja yang baik. Setidaknya ada lima hal utama yang disorot Celios dalam sigi mereka, yakni wacana pengampunan koruptor, agresivitas aparat kepolisian, multifungsi TNI, stagnasi kualitas HAM dan kebebasan sipil, serta ketidakefektifan regulasi dan birokrasi.
Ekonom dan pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan sigi Celios menunjukkan pemerintahan Prabowo masih punya banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Bukan tidak mungkin apresiasi masyarakat yang tinggi terhadap pemerintah tidak mencerminkan realita di lapangan.
"Dengan wawasan yang lebih tajam dan pemahaman mendalam mengenai dinamika politik serta ekonomi nasional, jurnalis mampu memberikan penilaian yang lebih objektif dibandingkan masyarakat awam yang cenderung lebih dipengaruhi oleh persepsi media atau kecenderungan politik tertentu," kata Achmad kepada Alinea.id, Jumat (31/1).
Survei yang dilakoni Litbang Kompas awal Januari lalu merekam tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Prabowo-Gibran dalam seratus hari pemerintahan mereka. Tercatat sebanyak 80,9% masyarakat puas dengan kinerja Prabowo-Gibran. Hanya 19,1% yang menyatakan tak puas.
Mengukur kinerja pemerintah, kata Achmad, semestinya tidak hanya berdasarkan survei persepsi, tetapi juga berdasarkan parameter-parameter yang lebih objektif, seperti indikator ekonomi, sosial dan politik. Meskipun survei bisa jadi rujukan, ia berharap Prabowo mengevaluasi kinerja kabinet menggunakan parameter yang terukur.
"Melihat sejauh mana target yang telah ditetapkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tercapai dalam seratus hari pertama. Penggunaan data kuantitatif seperti realisasi anggaran, tingkat keberhasilan program, dan dampak kebijakan terhadap masyarakat harus menjadi tolok ukur utama," kata Achmad.
Achmad tak setuju reshuffle digelar untuk mengganti menteri yang berkinerja buruk. Apalagi, banyak menteri yang punya peran strategis untuk menjaga keseimbangan politik di koalisi parpol yang mendukung pemerintah. Reshuffle yang tergesa-gesa bisa menimbulkan instabilitas dan menghambat kesinambungan program kerja.
"Yang lebih penting daripada reshuffle adalah memastikan bahwa setiap kementerian dapat bekerja lebih optimal dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Pemerintah harus memperkuat sistem evaluasi, meningkatkan kapasitas para menteri, serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat," ujar Achmad.
Analis politik dari Universitas Jember, Muhammad Iqbal berpendapat survei dengan metode kualitatif yang berbasis analisis ahli bisa menjadi rujukan ilmiah untuk mengukur kinerja pemerintah. Apalagi, penilaian atas realitas didasarkan pada sejumlah kriteria yang disepakati oleh para ahli dan jurnalis yang memang memiliki kapasitas, independen, dan punya intergritas.
"Potensi dan daya manfaat dari metode itu kerap membersamai terjadinya perubahan sosial, politik dan demokrasi bahkan kebijakan korporasi serta kedewasaan menyikapi transformasi ekonomi global. Forum Ekonomi Dunia (WEF) dan badan-badan organik PBB juga kerap memakai metode expert judgement untuk mengevaluasi dan membenahi sistem tatanan kebijakan dunia," kata Iqbal kepada Alinea.id.
Survei berbasis penilaian pakar, lanjut Iqbal, bisa jadi alternatif terhadap hasil survei opini publik yang lazim dijalankan lembaga survei. Apalagi, saat ini citra sejumlah lembaga survei tengah buruk lantaran karena terkesan merilis hasil survei berbasis pesanan dan bias.
Adapun terkait substansi sigi Celios, Iqbal sepakat kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran cenderung mengecewakan. Mayoritas responden, tepatnya sebanyak 74%, menilai Prabowo-Gibran menjalankan janji-janji politik dengan setengah hati dalam seratus hari pemerintahan.
"Dan juga 52% responden menilai tata kelola anggaran mengecewakan, sampai 88% responden setuju ada perombakan atau pergeseran menteri. Ini adalah wajah bopeng yang sebenarnya terjadi dalam rezim Prabowo-Gibran menurut para responden," kata Iqbal.
.


Berita Terkait
Pemprov Kaltim klaim alami kenaikan kinerja
Wagub Kaltim klaim realisasi capaian kinerja OPD pada 2022 sangat bagus
Inikah penyebab publik puas terhadap kinerja Jokowi?
Wagub Kaltim ingatkan OPD realisasikan program sesuai RPJMD

