close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyapa peserta pembekalan Anggota Legislatif Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa (10/9)./ Antara Foto
icon caption
Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyapa peserta pembekalan Anggota Legislatif Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa (10/9)./ Antara Foto
Politik
Sabtu, 19 Oktober 2019 17:43

Menimbang peluang Demokrat dan PAN masuk kabinet Jokowi

Elite partai yang dulu berseberangan, kini terlihat mesra dan memberi sinyal untuk bergabung dalam koalisi Jokowi. Bagaimana peluangnya? 
swipe

Menjelang pelantikan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, dinamika politik kian menghangat. Elite partai yang dulu berseberangan, kini terlihat mesra dan memberi sinyal untuk bergabung dalam koalisi Jokowi.

Bagaimana peluangnya? 

Pendiri Lembaga Kedai Kopi Hendri Satrio mengatakan peluang Demokrat untuk bergabung ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK) semakin sulit. Apalagi, jika masih menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai orang yang mesti duduk sebagai menteri di kabinet Jokowi jilid II.

Hendri mengatakan, jika dipaksakan harus AHY yang duduk dikabinet, maka hal itu akan memunculkan resistansi dari partai KIK.

"Semua partai tahu bahwa AHY ini merupakan orang yang sedang diproyeksikan oleh SBY untuk 2024," ujarnya kepada Alinea.id, Sabtu (19/10).

Ia mengibaratkan AHY bagaikan duri dalam daging jika menjadi menteri di kabinet Jokowi jilid II. "Artinya Jokowi sama saja sedang membesarkan anak macan," katanya.

Namun berbeda dengan PAN, menurut Hendri, PAN memiliki peluang lebih besar ketimbang Demokrat. PAN memiliki asosiasi kuat dengan ormas Muhammadiyah. "Yang sejak dulu memang kerap diakomodir oleh pemerintah untuk masuk dalam kabinet bersama NU," ujarnya.

Menurutnya, ada dua partai yang memiliki jatah menteri tanpa harus mendukung kandidat, lantaran kedekatannya dengan dua ormas besar NU dan Muhammadiyah. Dua partai itu yakni PKB dan PAN.

Namun suara berbeda disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari. Menurutnya, tesis Hendri tidak cukup kuat untuk menyebut PAN memiliki peluang besar masuk ke KIK. "Sebab dalam PAN ada perbedaan sikap yang sangat kental dari elite-elitenya," ujarnya.

Picu disharmonisasi

Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily merasa masuknya partai oposisi ke kabinet bakal memicu adanya disharmonisasi antar partai KIK. "Sebab sedari awal memang ada perbedaan visi dan misi. Saya duga akan ada disharmonisasi," ujarnya.

Ia menyebut, seharusnya kursi kabinet dikelola oleh partai pendukung yang memenangkan Pilpres 2019.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Menurut dia, Gerindra, PAN, dan Demokrat tak perlu 'mengemis' jatah menteri ke Jokowi. Sejak awal Prabowo dan Jokowi dinilai memiliki konsep yang berbeda dalam program kesejahteraan rakyat.

"Dari awal saya teriaknya seluruh  partai Prabowo-Sandi menjadi oposisi seperti kami (PKS). Kenapa? Kerena proposal pembangunan Indonesia versi Prabowo-Sandi berbeda dengan proposal Jokowi-Ma'ruf," katanya.

Mardani menegaskan partainya bakal konsisten menjadi oposisi untuk menjamin demokrasi tetap sehat. Menurut dia, demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi sebagai penyeimbang dan memantau jalannya pemerintahan. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan