Momen saat Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto berangkulan memeluk atlet pencak silat peraih medali emas, Hanifan Yudani Kusumah, mendapat apresiasi banyak pihak. Pelukan yang dimediasi oleh Hanifan, dipandang dapat meredam tensi politik yang meningkat di masyarakat, akibat polarisasi yang terjadi masing-masing pendukung ditataran akar rumput.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, menyambut baik mengapresiasi kehangatan tersebut. Ia mengatakan, seharusnya potret keakraban tersebut juga terjadi di masing-masing pendukung.
"Saya melihat itu bagus untuk demokrasi kita. Peristiwa kemarin saya kira, kalau memang untuk kepentingan nasional, kita harus satu," katanya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/8).
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, yang mengatakan pelukan Jokowi dan Prabowo mampu mengurangi tensi politik yang memanas, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Masyarakat pun banyak memberikan respon positif terhadap momen langka tersebut.
Diharapkan tensi politik yang menurun, akibat kehangatan yang ditunjukkan dua bakal calon presiden pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 itu dapat terus dipertahankan. Para pendukung dari masing-masing pihak tidak boleh melakukan tindakan-tindakan provokatif yang akan kembali meruncingkan suasana.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Jaya Baya Lely Arrianie, mengatakan bahwa media punya peran penting agar suasana sejuk ini bertahan lama. Selain itu, hal ini juga akan sangat bergantung pada sikap para elite politik.
"Komunikaisi politik dan budaya politik itu sangat bergantung oleh para aktor yang ada dipanggung politik," ucapnya.
Meski demikian Fadli Zon menggaris bawahi bahwa sebagai pihak oposisi, pihaknya tidak akan lepas dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Hanya saja, dalam negara demokrasi seperti Indonesia, kritikan adalah hal wajar, asal dilakukan dengan kepala dingin.
"Selalu kita berargumentasi terukur, kita tidak pakai teriak-teriak ataupun gebrak-gebrak meja," ujarnya.