Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Willy Aditya menjawab polemik tidak diakomodirnya ketentuan pemerkosaan dan aborsi dalam pembahasan RUU TPKS. Menurutnya, tidak dicantumkannya pemerkosaan dan aborsi dalam RUU TPKS lantaran sudah diatur dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Kan tidak boleh dua norma hukum itu bertabrakan, jadi kita menggunakan undang-undang yang sudah ada," ujar Willy di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/3).
"Kebetulan kita kan yang mewakili pemerintah juga, dalam hal ini Wamenkumham juga yang bertanggung jawab terhadap RKUHP Pemerkosaan memang tidak dimasukkan karena penjelasan beliau ada di RKUHP dan yang kedua aborsi itu ada di Undang-undang Kesehatan," sambung dia.
Willy menjelaskan Panja RUU TPKS terus melakukan pembahasan secara maraton. Panja telah membahas sekitar 30 daftar investarisasi masalah (DIM) RUU TPKS pada Sabtu (2/3), sehingga diharapkan seluruh proses pembahasan akan selesai pada 5 April 2022 mendatang.
Rapat dilanjutkan hari ini dengan agenda pembahasan mengenai jenis-jenis kekerasan seksual, victim trust fund serta mengenai pencegahan, koordinasi, dan pemantauan.
"Ada penambahan materi tentang kekerasan seksual berbasis elektronik, pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, itu termasuk. Ya sehingga apa yang menjadi catatan selama ini dari banyak pihak itu kita akomodir," ungkap politikus Partai Nasdem ini.
Willy menjelaskan, rapat Panja juga kembali membahas mengenai dana bantuan korban kekerasan seksual atau yang dikenal dengan victim trust fund. Victim trust fund ini ditambahkan untuk dikelola sebagai bentuk dana restitusi atau dana kompensasi. Kemudian yang sedang berjalan juga ada pembahasan mengenai pencegahan, koordinasi, dan pemantauan.