Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan penyandang disabilitas mental harus memiliki rekomendasi dokter untuk memilih.
Anggota KPU Hasyim Ashari menegaskan tetap akan melayani seluruh kaum disabilitas. Termasuk penyandang disabilitas mental, namun saat pemilihan berdasarkan rekomendasi dokter.
"Khusus untuk disabilitas mental (sakit jiwa), tetap didaftar. Hanya saja penggunaan hak pilih pada pemilihan sesuai dengan rekomendasi dokter yang merawatnya," kata Hasyim kepada wartawan, Kamis (22/11).
Menurutnya, seandainya yang bersangkutan pada hari pemilihan sudah pulih, maka dia dapat memilih. Begitupun sebaliknya, jika belum pulih maka tidak dapat memilih.
Untuk pendataan kaum disabilitas mental itu sendiri KPU akan melihat situasi dan kondisinya seperti apa.
"Bila saat pendataan yang bersangkutan sedang 'kumat', tentu tidak mungkin ditanya sendiri. Yang paling memungkinkan pendataan dengan bertanya kepada keluarga/dokter/tenaga medis yang merawatnya" jelasnya.
Untuk itu, penyandang disabilitas mental yang memungkinkan untuk didata yaitu yang bersama keluarganya atau sedang berada di rumah sakit jiwa dan panti sosial.
Hasyim menjelaskan pada dasarnya penyandang disabilitas mental tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya. Sehingga, perlakuan terhadap disabilitas mental diperlakukan sama terhadap anak di bawah umur.
"Yaitu dianggap belum dewasa atau tidak cakap melakukan tindakan hukum," katanya.
Maka itu, penggunaan hak pilih disabilitas mental harus ada penjamin oleh pihak yang memiliki otoritas seperti dokter. Berdasarkan surat keterangan bahwa yang bersangkutan pada hari pemilihan sedang waras.