Wacana mengembalikan pemilihan presiden oleh MPR RI kembali mencuat setelah Ketua Umum Partai Ummat, Amien Rais berkunjung ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (5/6) lalu. Kepada pimpinan MPR, Amien mengusulkan agar amandemen konstitusi diarahkan untuk memperkuat MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
"Jadi sekarang kalau mau (Presiden) dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak? MPR kan orangnya berpikir, punya pertimbangan," kata Ketua MPR periode 1999-2004 itu kepada wartawan.
Amien mengaku ia dan politikus DPR lainnya naif saat mendesain pemilu langsung untuk memilih presiden. Ketika itu, ia berpikiran tak mungkin ada kandidat yang mau mengeluarkan duit untuk membeli ratusan juta suara pemilih.
"One man, one vote. Mana mungkin orang ada orang yang mau menyogok 127 juta pemilih? Perlu ratusan triliun. Ternyata mungkin," ujar pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyatakan MPR siap memfasilitasi amandemen konstitusi jika semua parpol setuju. Namun, amandemen sejatinya baru bisa dijalankan oleh MPR periode berikutnya.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Pembanguan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Wicipto Setiadi menilai solusi yang ditawarkan Amien untuk mencegah politik uang keliru. Ketimbang mengembalikan kewenangan MPR untuk memilih presiden, seharusnya DPR dan pemerintah fokus memperbaiki pemilu.
"Pertama, jika dalam praktik, pengusulan capres dan cawapres oleh parpol dan gabungan parpol ada masalah, ini saja yang diperbaiki. Apabila ada politik uang dalam praktik sekarang ini, diperbaiki bagaimana agar tidak ada politik uang," ujar Cipto, sapaan akrab Wicipto, kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Supaya tidak boros, sistem pemilu juga bisa diperbaiki dengan digitalisasi. Kuncinya data kependudukan dibenahi agar akurat. Di lain sisi, Cipto memandang tidak tepat jika presiden berada di bawah MPR. “Jangan dikembalikan lagi ke sistem lama yaitu dipilih oleh MPR,” imbuhnya.
Selain itu, kata Cipto, reformasi parpol harus digelar agar lebih demokratis, terutama dalam pengambilan keputusan dan mewujudkan transparansi tata kelola keuangan parpol. “Pembenahan tersebut akan lebih mudah ketimbang harus mengubah atau mengamandemen UUD NRI 1945,” ujarnya.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor berharap usul Amien Rais tak direalisasikan jika amandemen konstitusi dijalankan MPR. Menurut dia, pemilu langsung untuk memilih presiden merupakan amanah publik pada era Reformasi.
“Di daerah masyarakat bisa memilih kepala daerahnya sendiri, tetapi kenapa presiden malah (mau) dipilih (MPR),” kata Firman kepada Alinea.id, Jumat (14/6).
Menurut Firman, wacana mengembalikan pemilihan presiden oleh MPR merupakan upaya elite-elite politik mengukuhkan kekuasaan mereka. Jika direaliasikan, Indonesia bisa terjebak dalam jeratan oligarki politik dan suara rakyat makin tak ada artinya.
“Ini kan parah. Pascapemilu itu banyak kebijakan tidak melibatkan masyarakat. Kalau ini (pemilu langsung) dirampok juga, ya, terus rakyat untuk apa sih,” ucap