close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hamdan Kurniawan (ketiga kiri) dan Komisioner KPU DIY Farid Baambang Kurniawan (keempat kiri) menunjukan KTP Elektronik bersama mahasiswa saat sosialisasi Pemilihan Umum Serentak 2019 di
icon caption
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hamdan Kurniawan (ketiga kiri) dan Komisioner KPU DIY Farid Baambang Kurniawan (keempat kiri) menunjukan KTP Elektronik bersama mahasiswa saat sosialisasi Pemilihan Umum Serentak 2019 di
Politik
Minggu, 02 September 2018 23:37

Pemilu diyakini berlangsung sengit

Ambang batas 4% membuat satu parpol harus mengumpulkan sebanyak lima juta suara untuk masuk ke palemen.
swipe

Ambang batas parlemen atau 'parliamentary threshold' Pemilu 2019 sebesar 4% akan membuat perhelatan pemilu semakin sengit.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, mengatakan, adanya partai politik baru memungkinkan merebut suara pemilih partai lama. Suara masyarakat akan terdistribusi kepada 16 partai yang lolos verifikasi.

"Partai di parlemen bisa saja tidak terpilih lagi," katanya, Minggu (2/9) di Jakarta.

Ambang batas 4% membuat satu parpol harus mengumpulkan sebanyak lima juta suara untuk masuk ke palemen. Jumlah itu cukup besar dan akan membuat partai baru bekerja keras memenuhi kuota tersebut.

Seperti diketahui partai baru yang lolos di Pemilu 2019 antara lain, Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Partai Solidaritas Indonesia.

Titi juga memprediksi, ambang batas yang tinggi dan jumlah parpol yang bertambah akan membuat banyak suara masyarakat dalam Pemilu 2019 menjadi terbuang. "Masyarakat sudah memilih, tapi parpolnya tidak lulus ambang batas parlemen. Maka, suara masyarakat menjadi terbuang dan tidak terhitung," ucapnya.

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara Margarito menilai, ambang batas parlemen dan presiden belum tepat diterapkan untuk Pemilu 2019."Mungkin tidak. Sebab, aturan tersebut tidak punya dasar posisional sama sekali," katanya.

Sulit menerapkan aturan ambang batas pada Pemilu 2019 karena pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres akan dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, penetapan angka sebagai ambang batas menjadi tidak relevan. Kecuali, pemilu dilangsungkan tidak secara serentak.

Itulah sebabnya ada baiknya Pemilu 2019 belum menerapkan ambang batas, baik pada pemilihan legislatif maupun pilpres.

Sementara itu, pengamat Hukum dari Universitas Indonesia Rahmat Bastian menilai secara konstitusi, ambang batas parlemen mengebiri aspirasi rakyat.

Lantaran dengan kebijakan itu akan memperkecil nilai dan kualitas hak memilih satu pemilih. Hitungannya, 100% suara pemilih menjadi tidak bulat dan hanya tersisa sekitar 0,4% saja.

"Kalau menurut pendapat saya, akan ada sekitar 3,99% dikali jumlah parpol yang kalah dikali suara rakyat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) resmi yang hak pilihnya teranulir," tuturnya.

 

Sumber: Antara

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan