close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Jhoni Allen Marbun saat menjawab pertanyaan wartawan pada KLB Demokrat, di The Hill Hotel, Sibolangit, Deli Serdang Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021)/ ANTARA FOTO/Endi Ahmad.
icon caption
Jhoni Allen Marbun saat menjawab pertanyaan wartawan pada KLB Demokrat, di The Hill Hotel, Sibolangit, Deli Serdang Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021)/ ANTARA FOTO/Endi Ahmad.
Politik
Rabu, 14 April 2021 07:50

Pengamat anggap kubu Moeldoko hanya modal nekat 

Nampak sekali kubu Moeldoko terlalu nekat dalam bermanuver politik. 
swipe

Polemik partai Demokrat seharusnya sudah beakhir. Pangkalnya, kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Moeldoko sebenarnya sudah terpukul setelah dianggap tidak sah oleh pemerintah dan ditambah mundurnya pengacara Razman Nasution sebagai kuasa hukum mereka.

Pakar Politik lulusan NTU, Singapura, M. Isnaini menilai, sepertinya Razman, sebagai koordinator tim hukum KLB Moeldoko tidak menduga Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menolak hasil KLB ilegal dengan alasan berkas tidak lengkap, sesuai ketentuan pemerintah.

"Terkesan hanya bermodalkan nekat dan niat buruk," ungkap Isnaini dalam keterangannya, Rabu (14/4). Sekaligus menanggapi gugatan sekelompok orang atas AD/ART Partai Demokrat 2020 di pengadilan negeri Jakarta Pusat.

Bahkan, lanjut dia, dalam pernyataannya di media, Razman mengaku khawatir di persidangan nantinya dia tidak mampu menyajikan data-data faktual. "Sama saja saya bunuh diri. Saya juga merasa tidak nyaman dengan Darmizal dan Nazarudin," kata Razman dalam jumpa persnya di Jakarta beberapa waktu lalu .

Dari kejadian itu saja, Isnaini melihat, nampak bahwa kubu rival AHY itu terlalu nekat dalam bermanuver politik. Lebih lanjut, dia juga menyoroti soal 'gaya perang' kubu Moeldoko.

Menurutnya, seperti menggunakan tesis Menteri Penerangan Publik dan Propaganda Nazi di era Perang Dunia II, Paul Joseph Goebbels. Diketahui, anak buah Hitler itu pernah menegaskan bahwa, praktek manipulasi kebohongan secara sistematis dalam dunia modern sebagai salah satu strategi peperangan.

Isnaini menerangkan, Goebbels menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak dan sesering mungkin. Hal tersebut, terus menerus dilakukan hingga kebohongan itu dianggap sebagai suatu kebenaran. 

Goebbels juga menciptakan praktek komunikasi sesat yang digunakan oleh banyak orang saat ini dengan lebih dahsyat, karena menggunakan platform dunia digital.

"Tak hanya fenomena post-truth, ada satu fenomena lain yang sekarang ini berkembang, yang kita kenal dengan fenomena half-truth. Half-truth adalah kebenaran atau fakta yang disampaikan hanya sebagian," jelasnya.

Menurut dia cara-cara seperti itu harus dilawan, agar masyarakat juga tidak mudah asal menerima segala macam informasi yang belum terverifikasi kebenerannya. Dalam konteks konflik Demokrat adalah contohnya soal kubu Moeldoko yang mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke pengadilan. 

Dia menegaskan, supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di pengadilan. "Saya pikir ini pemikiran sesat," kata Isnaini.

Menurutnya, pernyataan ini sama saja dengan menganggap pemerintah tidak bekerja maksimal. Padahal, sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta.

"Jangan pernah menganggap hukum di negeri ini, dalam hal ini pengadilan, bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat," ujarnya.

Belum lagi, lanjutnya, soal gugatan AD/ART PD 2020. Sesuai UU PTUN Ps. 55, batas waktu untuk menggugat AD/ART itu 90 hari setelah disahkannya AD/ART itu oleh Menkumham. 

Artinya, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD/ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu. "Informasi yang sesuai dengan data dan fakta artinya harus dikedepankan. Jangan sampai demi mencapai kekuasaan, rakyat jadi korban informasi yang tak terverifikasi dan valid," tandasnya.

img
Achmad Rizki
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan